Negara Bayar 1 Pasien Isolasi Rp7,5 Juta, Anggota DPRD Lebak Kritisi Pelayanan RSUD Dr Adjidarmo

- 3 Agustus 2021, 14:00 WIB
Anggota DPRD Kabupaten Lebak Bambang SP.
Anggota DPRD Kabupaten Lebak Bambang SP. /Kabar Banten/Purnama Irawan

KABAR BANTEN - Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Lebak Bambang SP mengkritisi pelayanan RSUD Dr Adjidarmo terhadap pasien di ruang isolasi Covid-19 yang dinilai kurang baik.

Menurut Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Lebak Bambang SP, dirinya sudah sering mengkritisi pihak manajemen rumah sakit RSUD Dr Adjidarmo agar memperbaiki pelayanan, khususnya terhadap penanganan pasien di ruang isolasi Covid-19.

Kritisi sudah disampaikan Bambang dari semenjak tahun 2020 akan tetapi pihak manajemen RSUD Dr Adjidarmo belum memberikan pelayanan secara maksimal terhadap pasiennya.

Baca Juga: Habis Kontrak, Pemkab Lebak Pindahkan Tempat Isolasi Covid-19

"Terutama kaitan penanganan pasien, di RSUD dikit-dikit isolasi. Makanya saya sering sampaikan seolah-olah ada penggiringan pihak rumah sakit mau dia positif mau enggak yang penting isolasi," kata Bambang SP usai menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Dinkes. lebak Triatno Supiono dan Jubir Covid-19 Dokter Firman Rahmatullah kepada Kabar Banten, Selasa, 3 Agustus 2021

Bambang mengaku, waktu dulu, dirinya belum tahu nilai anggaran persisnya setiap pasien menjalani perawatan di ruang isolasi.

"Kalau sekarang saya sudah tahu, ternyata satu orang pasien itu dibayar oleh negara sehari Rp7,5 juta. Itu untuk ruangan saja belum obat-obatan," katanya.

Dalam satu ruang isolasi itu bisa 10 orang. Berarti dalam satu hari kalau 10 orang itu Rp75 juta.

"Jangan-jangan ini ada politisasi juga, sehingga mau dia positif mau enggak yang penting isolasi kan gitu. Setelah hasilnya negatif baru di keluarkan dari ruang isolasi," katanya.

Lebih lanjut Bambang, mengungkapkan semestinya dengan uang sebesar itu, pasien mendapatkan pelayanan baik.

Baca Juga: Anggota DPRD Lebak Minta Jalan Tol Serang Panimbang Segera Diresmikan

"Layani pasien dengan baik sesuaikan dengan anggaran satu orang isolasi terbayar dengan 7,5 juta. Berikan pelayanan yang maksimal," katanya.

Pelayanan maksimal dimaksud oleh Bambang, yaitu penyediaan oksigen di setiap ruang isolasi.

"Sebab setahu saya kebanyakan masuk ruang isolasi itu yang lansia. Kalau keadaan darurat kan oksigen itu tentunya sangat dibutuhkan," katanya.

Selain dari segi fasilitas, di RSUD mengalami kekurangan dokter spesialis.

"Pemda sudah buka lowongan tapi tidak banyak yang daftar. Artinya ada apa dengan manajemen RSUD Dr Adjidarmo, ko banyak dokter gak berminat," katanya.

Misalnya saja Dokter Spesialis Jantung, ia bukan dokter tetap melainkan dokter terbang dari Jakarta ke Rangkasbitung. Di mana dalam menjalankan tugasnya naik KRL.

"Kalau pas darurat, ternyata KRL gak bisa jalan. Maka nyawa pasien terancam," katanya.

Oleh karena itu, Bambang menduga, ada kendala di pihak manajemennya.

Baca Juga: Menjelang Lebaran Idul Fitri, Ketua DPRD Lebak Minta Disnaker Kawal THR Pekerja

"Sebab, temen saya dokter spesialis di Sukabumi, mau dan mereka nyaman bekerja sekalipun jauh dari kota. Tapi kenapa kok di RSUD banyak dokter tidak betah," katanya.

Bambang mengungkapkan, dirinya juga sering mengkritisi terkait pelayanan agar melakukan studi banding ke Rumah Sakit Misi.

"Minimal pelayanan ada senyumnya dan proses administrasinya simpel hanya KTP dan KK untuk paien BPJS. Tapi kalau rumah sakit umum masih ada ini dan itu," katanya.

Bambang berpendapat, bahwasannya Manajemen rumah sakit RSUD ini lagi kurang sehat.

"Rumah sakit kita ini lagi kurang baik manajemennya. Mudah-mudahan dengan kewenangan Pak Kadis (Kepala Dinkes) dan Pak Dokter, Firman selaku Jubir bisa mengoreksi manajemen pelayanan seluruh rumah sakit yang ada di Kabupaten Lebak, terutama kaitan dengan anggaran 7,5 juta perhari, untuk pasien isolasi Covid-19," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak Triatno Supiono mengaku, baru mengetahui adanya anggaran satu orang pasien isolasi ditanggung oleh negara perhari Rp7,5 juta karena memang rekeningnya tidak masuk melalui Dinkes.

"Terus terang saya baru tahu, saya pikir paket pelayanan Covid-19," katanya.

Baca Juga: Jadi Ketua DPRD Lebak, M. Agil Zulfikar: Prestasi Politisi Bukan Jabatan Tapi Memberi Manfaat Pada Masyarakat

Kemudian, kaitan perbaikan manajemen sebetulnya rumah sakit masuk UPT di bawah Dinas Kesehatan. Akan tetapi kewenangannya menjadi banci karena memang yang pejabat rumah sakit eselonnya sama dari Eselon II.

"Jadi tidak bisa intervensi kaitan kebijakan lebih dalam. Kalau kita bisa kita arahkan dari sisi fungsi," katanya.

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr Adjidarmo Dr Nancy Cahya, pihaknya bersedia membenahi masalah pelayanan terhadap pasien.

"Kalau memang ada yang kurang maka akan kami perbaiki. Sesuai protap kondisi suspek itu dirawat di ruang isolasi,"

Sesuai dengan protap Kemenkes, meskipun antigennya negatif tapi dia keluhannya mengarah ke Covid-19 dan hasil pemeriksaan Dokter Paru menyatakan suspek Covid-19 maka dilakukan perawatan di ruang isolasi.

"Di ruang isolasi kami bedakan ada zona kuning dan zona merah. Artinya yang zona kuning itu adalah pasien-pasien masih menunggu PCR nya, kalau hasilnya positif maka dipindahkan ke zona merah," katanya.***

Editor: Yandri Adiyanda


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x