Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan menguatnya ajaran Islam di Banten, dan masyarakat Banten sudah dominan menganut agama Islam, kebiasaan atau fungsi awal dari Seni Patingtung ini pun ditinggalkan.
Dalam artinya, Seni Patingtung ini difungsikan berbeda terkhusus oleh para ulama Banten.
Dahulu, saat akan memanggil warganya untuk berkumpul, para ulama memanfaatkan Seni Patingtung ini.
Baca Juga: 1.000 Laga untuk Jose Mourinho di Klub Berakhir Manis, Saatnya AS Roma Scudetto?
Misalnya, jika sudah masuk waktu Sholat, sebagai kode atau ajakan untuk warga agar segera berkumpul untuk solat bersama, maka hal tersebut ditandai dengan di tabuhnya bedug atau gendang berupa waditra Patingtung.
Selain itu, Seni Patingtung pun dimanfaatkan sebagai Kesenian pertunjukan untuk menghibur warga yang biasanya diadakan dalam kegiatan-kegiatan perayaan.
Sebagai bentuk rasa syukur, biasanya Kesenian Patingtung ini di pertunjukan sebagai hibur saat kegiatan khitanan, pernikahan, dan lainnya.
Dalam pertunjukan tersebut, yang menjadi ciri khas Kesenian Banten, termasuk Kesenian Patingtung ini, ada unsur debusnya.
Sesuai dengan apa yang disebutkan diatas, bahwa Kesenian Patingtung ini merupakan Kesenian yang menggabungkan unsur tarian dan juga debus.