Sultan Maulana Hasanudin adalah putra kedua dari Nyi Kawunganten, putri dari Prabu Surasowan dan Syaikh Syarif Hidayatullah, atau yang dikenal dengan sebutan sunan gunung jati.
Baca Juga: Masjid Agung Banten, Dibangun Masa Sultan Maulana Hasanuddin, Dirancang 3 Arsitek Handal
Pada saat Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon untuk menduduki posisi sebagai adipati Cirebon menggantikan pangeran Cakrabuana yang merupakan putera dari Prabu siliwangi yang wafat.
Namun Pangeran Maulana Hasanudin lebih memilih tetap tinggal di Banten untuk menyebarkan agama islam dan mendirikan pesantren di Banten.
Seiring waktu, dakwah beliau membuahkan hasil sehingga nama beliau menjadi semakin besar, sehingga diberi gelar Syekh.
Dan sejak itu, ketenarannya jauh melampaui sang penguasa Banten, yaitu pamannya sendiri Prabu Pucuk Umun.
Sejak saat itulah Upaya Sultan Hasanudin dalam menyebarkan agama islam mulai mengalami hambatan, yang terbesar justru datang dari Prabu Pucuk Umun. Ia bersikeras ingin mempertahankan ajaran Sunda Wiwitan.
Sehingga akibatnya, Prabu Pucuk Umun menantang keponakannya untuk berperang. Bukan duel, melainkan adu ayam jago untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.
Namun jika ayam jago Pucuk Umun kalah, maka jabatannya sebagai bupati Banten Girang akan diserahkan pada Sultan Hasanudin, dan sebaliknya, jika ayam jago Sultan Hasanudin yang kalah, maka dakwahnya harus dihentikan. Tantangan itu pun diterima Sultan Hasanudin.