Awal 2023, Komnas Perlindungan Anak Banten Dampingi Korban 5 Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

- 6 Maret 2023, 06:45 WIB
Ketua Komnas Perlindungan Anak Banten Hendry Gunawan soa pendampingan korban kekerasan seksual di pesantren.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Banten Hendry Gunawan soa pendampingan korban kekerasan seksual di pesantren. /Dok. Hendry Gunawan

KABAR BANTEN - Komisi Nasional Perlindungan Anak Provinsi Banten atau Komnas Perlindungan Anak Banten memberikan pendampingan terhadap kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan maupun pesantren.

Pada tahun 2022, Komnas Perlindungan Anak Banten melakukan pendampingan korban kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 12 kasus. Dengan rincian tiga kasus di Kota Serang, tujuh kasus di Kabupaten Tangerang, dan dua kasus di Kabupaten Serang.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Banten Hendry Gunawan mengungkapkan di awal tahun 2023 telah terjadi 5 kasus kekerasan seksual di pesantren yang menimpa para santri.

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual di Kampus, 125 PTN Bentuk Satgas PPKS, Siapa Saja Anggotanya?

Hendry memaparkan, di Kota Serang, terdapat kasus kekerasan seksual terhadap seorang santri yang melahirkan di pondok. Tidak hanya itu, ujar dia, pimpinan pondok pesantren Kasemen dan pesantren Tanara juga terlibat dalam kasus kekerasan seksual.

Selain itu, ucapnya, ustaz di pesantren Petir juga dilaporkan terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Dikatakan, kasus kekerasan seksual juga dilaporkan terjadi salah satu pesantren di Bandung, Kabupaten Serang.

"Pesantren yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan penuh kasih sayang bagi para santri untuk belajar dan mendapatkan pendidikan moral yang baik. Namun, kenyataannya, pesantren acapkali menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual yang merugikan masa depan para santri," kata Hendry dalam keterangan tertulis Sabtu 4 Maret 2023.

Baca Juga: Polres Lebak Tangani 42 Kasus Kekerasan Seksual Anak Selama 2022

Ia mengaku prihatin karena pelaku kekerasan seksual dalam beberapa kasus terakhir adalah pengasuh dan pimpinan pesantren, bahkan tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi para santri.

Oleh karena itu, kata Hendry, diperlukan upaya serius dalam menangani kasus kekerasan seksual di pesantren.

Menurut dia, evaluasi internal pesantren menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dari internal pesantren dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Baca Juga: PMA No 73 Terbit, Komnas Anak Provinsi Banten Dorong Pesantren Bentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual

"Evaluasi ini harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala, mencakup pemeriksaan latar belakang tenaga pengajar dan staf pesantren, pengawasan kegiatan santri, serta peningkatan kualitas pendidikan seksual bagi santri dan staf pesantren," katanya.

Selain itu, ujar dia, pesantren juga perlu memiliki mekanisme pengaduan yang jelas dan transparan bagi santri dan orang tua santri yang menjadi korban kekerasan seksual.

Menurut dia, Peraturan Menteri Agama nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama dapat menjadi pedoman bagi pesantren dalam menyusun langkah-langkah preventif dan penanganan kasus kekerasan seksual.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Anak Dilakukan Orang Terdekat, DP3AKKB Banten Minta Masyarakat Waspada

Selain itu, tokoh agama juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak santri tentang pentingnya memberikan perlindungan terbaik kepada teman sebaya dan menjauhkan para santri dari kekerasan seksual.

"Partisipasi aktif masyarakat di sekitar pesantren dan juga orang tua santri diperlukan dalam melakukan pengawasan terhadap kejadian kekerasan seksual di lingkungan pesantren," tuturnya.

Ia menjelaskan, pengawasan ini dapat dilakukan dengan melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi ke pihak berwenang atau memberikan informasi kepada pesantren terkait tindakan pelaku kekerasan seksual yang dicurigai.

"Masyarakat juga dapat memberikan dukungan moral kepada korban dan keluarga korban untuk memperkuat semangat mereka dalam menghadapi kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Ia berharap jangan sampai bayangan kekerasan seksual yang mengerikan menghalangi orang tua untuk memasukkan anak mereka ke pesantren.

"Pesantren kita harapkan menjadi benteng moral di tengah penetrasi teknologi kepada anak-anak yang luar biasa saat ini," ujarnya.

Menurut dia, dalam upaya memperkuat langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus perlu diperkuat dengan kebijakan tegas agar pesantren menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi para santri.

Baca Juga: Sinopsis Film Like and Share, Angkat Isu Kekerasan Seksual, Eksplorasi Perjalanan Terang-Gelap Dunia Remaja

Dengan begitu, kata dia, orang tua akan merasa tenang dan yakin ketika menitipkan anaknya di pesantren, sekaligus tetap mempercayakan pendidikan agama dan moral pada lembaga yang sudah teruji dalam mendidik para santri menjadi pemimpin di masa depan.

"Keselamatan dan pendidikan moral para santri harus menjadi prioritas utama dalam pesantren. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama dari pesantren, tokoh agama, masyarakat, dan pihak berwenang dalam mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual," ucapnya.

Kebijakan dan prosedur yang ada, kata dia, harus diperkuat dan disempurnakan, sementara pemahaman dan pengawasan terus-menerus harus dilakukan untuk mencegah kasus kekerasan seksual terjadi.***

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah