Kisah Sejarah di Balik Kokohnya Tiang Gedung Pendopo Bupati Serang Banten, Saksi Kekuasaan Kolonial Belanda

- 14 Oktober 2023, 13:12 WIB
Kisah Sejarah di Balik Kokohnya Tiang Gedung Pendopo Bupati Serang Banten, Saksi Kekuasaan Kolonial Belanda
Kisah Sejarah di Balik Kokohnya Tiang Gedung Pendopo Bupati Serang Banten, Saksi Kekuasaan Kolonial Belanda /Pemerintah Kabupaten Serang /

KABAR BANTEN - Kota Serang merupakan kota sejarah yang penuh perjuangan. Banyak gedung dan bangunan peninggalan sejarah dan menjadi wisata cagar   budaya di Kota Serang.

Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Rin Ndakece, berikut ini peninggalan-peninggalan gedung bersejarah terutama dari masa kolonial sebagai  warisan budaya.

Baca Juga: Kolaborasi di Shopee 10.10 Brands Festival, Brand Lokal & UMKM Rasakan Peningkatan Produk hingga 9 Kali Lipat

Peninggalan-peninggalan ini   sampai sekarang masih terjaga dengan baik  dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,   seperti bidang pemerintahan, bidang pelayanan umum, pendidikan dan militer juga sarana pelayanan agama.

Ada beberapa gedung bersejarah di Kota  Serang yang masih berdiri kokoh hingga   saat ini, salah satunya adalah Kantor Bupati Serang.

Kantor Bupati Serang ini selesai dibangun  pada tahun 1826, pembangunan kantor ini   dilakukan setelah kantor bupati  di Kaibon Banten dirasa kurang memadai.

Kantor yang menghadap ke arah selatan  atau alun-alun Kota Serang ini sejak   awal ditempati oleh Bupati Serang Kedua, yaitu Agus Raja RA Jajakusumaningrat pada tahun 1840 sampai 1849, yang menggantikan  Pangeran Adi Santika pada tahun 1816   sampai 1827.

Sampai sekarang gedung ini berfungsi sebagai  kantor sekaligus rumah dinas Bupati Serang.

Denah bangunan ini berbentuk empat persegi  panjang dengan pondasi yang masif atau padat   dan kokoh.

Ditopang oleh 32 pilar bergaya tuskan  berwarna putih. Pada awalnya bangunan ini terdiri dari   bangunan utama, ruang rapat, ruang tinggal, dapur, rumah pembantu, beranda depan, ruang makan, ruang   penginapan, dan kandang kuda. Dan secara umum  kondisi bangunan ini masih sangat baik.

Dibalik semua bangunan ini tentu mempunyai  history sejarah pada zaman kolonial.

Di tahun 1596 merupakan awal kedatangan  Armada Belanda di Banten. Mereka bertujuan   untuk mengambil dan membeli rempah-rempah,  karena terdorong untuk mendapatkan keuntungan   yang sebesar-besarnya serta adanya persaingan  dagang dengan Spanyol dan Portugis, maka pada   tahun 1603 mereka mendirikan kantor dagang  di Banten.

Tujuan pendirian Loji dagang ini   adalah untuk memonopoli perdagangan  di Banten. Sikap tegas Sultan Banten   yang memaksa kantor tersebut akhirnya  dipindahkan ke Jayakarta pada tahun 1611.

Pada tanggal 5 Januari 1808, Daendels  sebagai Gubernur Jenderal Hindia   Belanda yang pertama, mengeluarkan surat  keputusan bahwa Jayakarta menjadi pusat   pemerintahan dengan nama Batavia.

Keputusan  tersebut membuat sistem pemerintahan yang   berbeda dari sebelumnya, dan melahirkan  kebijakan-kebijakan baru.

Salah satunya   adalah Daendels melakukan birokrasi  di kalangan pemerintahan tradisional,   dengan menjadikan para sultan dan para  bupati sebagai pegawai pemerintahan.

Sultan Banten pada saat itu yakni  Sultan Abu Nasser Muhammad Ishak   Zainul Muttaqin tidak mengakui kekuasaan  Daendels.

Puncak ketegangan antara Sultan   Banten dan Daendels terjadi  pada tanggal 21 November 1808,  ketika seorang utusan Daendels yang dikirim  ke Keraton Surosowan dibunuh di depan gerbang   Keraton.

Kejadian itu dibalas oleh Daendels dengan  menyerang Keraton Surosowan. Pada hari itu juga   Keraton Surosowan berhasil dikuasai Daendels, dan  Sultan Banten ditangkap dan diasingkan ke Ambon.

 

Untuk menjalankan roda pemerintahan, Daendels  mengangkat Sultan Aliyudin II yang diharuskan   untuk setia, taat dan mematuhi segala peraturan  yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda.

   Sultan dijadikan pegawai pemerintahan kolonial, hal ini membangkitkan kemarahan Pangeran Ahmad   yakni Putra Sultan Aliyudin II.

Pangeran Ahmad  memimpin rakyat untuk melawan pemerintahan  kolonial. Daendels curiga bahwa Sultan Banten  ada di balik perlawanan tersebut, sehingga   Sultan Banten ditangkap dan kemudian benteng  serta Keraton Surosowan dihancurkan dan dibakar.

Pada saat Raffles datang ke Pulau Jawa pada  tahun 1811, Kesultanan Banten pada saat itu   dipimpin oleh Sultan Syafrudin di mana pusat  pemerintahan berada di Keraton Kaibon, Raffles   memaksa Sultan Syafrudin untuk menyerahkan  Pemerintahan Banten.

Dan status Sultan diubah   menjadi Bupati, dengan demikian berakhirlah  eksistensi Kesultanan Banten.

Seluruh wilayah   Banten telah dikuasai oleh pemerintahan kolonial  dan dijadikan sebagai sebuah keresidenan.

Sultan   menjadi aparat pemerintahan dengan status  sebagai bupati yang berada di bawah kresidenan.

Pada tahun 1828 Pusat Pemerintahan Kabupaten Banten dipindahkan dari Kaibon ke daerah di   sebelah Selatannya.

Kolonial Belanda membangun kota Serang dan ditandai sebagai kota kolonial  dengan didirikan bangunan-bangunan   bergaya Eropa di wilayah pemukiman pribumi.

Sebagai Ibukota Karesidenan Banten, Serang pada   masa kolonial merupakan satu-satunya  tempat yang paling ramai di Banten.

Banyak bangunan peninggalan masa kolonial  yang sampai saat ini masih berdiri kokoh   dan salah satunya adalah Kantor Bupati  Serang, yang ada di jantung Kota Serang.

Dan   tentu bangunannya sangat mewah dan elegan sampai saat ini. Jangan lupa kunjungi gedung ini ketika datang ke Kota Serang, Banten.

Sambil melihat cagar budaya secara  nyata dan bisa belajar sejarah Banten pada masa lampau.

Baca Juga: 5 Perguruan Tinggi di Indonesia Buka Jurusan AI, Bisa Jadi Referensi dan Berikut Prospek Kerjanya

Itulah sejarah tentang Gedung Pendopo Kantor Bupati yang  ada di Kota Serang. Semoga bermanfaat.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: Youtube rin ndakece


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah