KABAR BANTEN - Kota Serang merupakan kota sejarah yang penuh perjuangan. Banyak gedung dan bangunan peninggalan sejarah dan menjadi wisata cagar budaya di Kota Serang.
Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Rin Ndakece, berikut ini peninggalan-peninggalan gedung bersejarah terutama dari masa kolonial sebagai warisan budaya.
Peninggalan-peninggalan ini sampai sekarang masih terjaga dengan baik dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti bidang pemerintahan, bidang pelayanan umum, pendidikan dan militer juga sarana pelayanan agama.
Ada beberapa gedung bersejarah di Kota Serang yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, salah satunya adalah Kantor Bupati Serang.
Kantor Bupati Serang ini selesai dibangun pada tahun 1826, pembangunan kantor ini dilakukan setelah kantor bupati di Kaibon Banten dirasa kurang memadai.
Kantor yang menghadap ke arah selatan atau alun-alun Kota Serang ini sejak awal ditempati oleh Bupati Serang Kedua, yaitu Agus Raja RA Jajakusumaningrat pada tahun 1840 sampai 1849, yang menggantikan Pangeran Adi Santika pada tahun 1816 sampai 1827.
Sampai sekarang gedung ini berfungsi sebagai kantor sekaligus rumah dinas Bupati Serang.
Denah bangunan ini berbentuk empat persegi panjang dengan pondasi yang masif atau padat dan kokoh.
Ditopang oleh 32 pilar bergaya tuskan berwarna putih. Pada awalnya bangunan ini terdiri dari bangunan utama, ruang rapat, ruang tinggal, dapur, rumah pembantu, beranda depan, ruang makan, ruang penginapan, dan kandang kuda. Dan secara umum kondisi bangunan ini masih sangat baik.
Dibalik semua bangunan ini tentu mempunyai history sejarah pada zaman kolonial.
Di tahun 1596 merupakan awal kedatangan Armada Belanda di Banten. Mereka bertujuan untuk mengambil dan membeli rempah-rempah, karena terdorong untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya serta adanya persaingan dagang dengan Spanyol dan Portugis, maka pada tahun 1603 mereka mendirikan kantor dagang di Banten.
Tujuan pendirian Loji dagang ini adalah untuk memonopoli perdagangan di Banten. Sikap tegas Sultan Banten yang memaksa kantor tersebut akhirnya dipindahkan ke Jayakarta pada tahun 1611.
Pada tanggal 5 Januari 1808, Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang pertama, mengeluarkan surat keputusan bahwa Jayakarta menjadi pusat pemerintahan dengan nama Batavia.
Keputusan tersebut membuat sistem pemerintahan yang berbeda dari sebelumnya, dan melahirkan kebijakan-kebijakan baru.
Salah satunya adalah Daendels melakukan birokrasi di kalangan pemerintahan tradisional, dengan menjadikan para sultan dan para bupati sebagai pegawai pemerintahan.
Sultan Banten pada saat itu yakni Sultan Abu Nasser Muhammad Ishak Zainul Muttaqin tidak mengakui kekuasaan Daendels.
Puncak ketegangan antara Sultan Banten dan Daendels terjadi pada tanggal 21 November 1808, ketika seorang utusan Daendels yang dikirim ke Keraton Surosowan dibunuh di depan gerbang Keraton.
Kejadian itu dibalas oleh Daendels dengan menyerang Keraton Surosowan. Pada hari itu juga Keraton Surosowan berhasil dikuasai Daendels, dan Sultan Banten ditangkap dan diasingkan ke Ambon.
Untuk menjalankan roda pemerintahan, Daendels mengangkat Sultan Aliyudin II yang diharuskan untuk setia, taat dan mematuhi segala peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
Sultan dijadikan pegawai pemerintahan kolonial, hal ini membangkitkan kemarahan Pangeran Ahmad yakni Putra Sultan Aliyudin II.
Pangeran Ahmad memimpin rakyat untuk melawan pemerintahan kolonial. Daendels curiga bahwa Sultan Banten ada di balik perlawanan tersebut, sehingga Sultan Banten ditangkap dan kemudian benteng serta Keraton Surosowan dihancurkan dan dibakar.
Pada saat Raffles datang ke Pulau Jawa pada tahun 1811, Kesultanan Banten pada saat itu dipimpin oleh Sultan Syafrudin di mana pusat pemerintahan berada di Keraton Kaibon, Raffles memaksa Sultan Syafrudin untuk menyerahkan Pemerintahan Banten.
Dan status Sultan diubah menjadi Bupati, dengan demikian berakhirlah eksistensi Kesultanan Banten.
Seluruh wilayah Banten telah dikuasai oleh pemerintahan kolonial dan dijadikan sebagai sebuah keresidenan.
Sultan menjadi aparat pemerintahan dengan status sebagai bupati yang berada di bawah kresidenan.
Pada tahun 1828 Pusat Pemerintahan Kabupaten Banten dipindahkan dari Kaibon ke daerah di sebelah Selatannya.
Kolonial Belanda membangun kota Serang dan ditandai sebagai kota kolonial dengan didirikan bangunan-bangunan bergaya Eropa di wilayah pemukiman pribumi.
Sebagai Ibukota Karesidenan Banten, Serang pada masa kolonial merupakan satu-satunya tempat yang paling ramai di Banten.
Banyak bangunan peninggalan masa kolonial yang sampai saat ini masih berdiri kokoh dan salah satunya adalah Kantor Bupati Serang, yang ada di jantung Kota Serang.
Dan tentu bangunannya sangat mewah dan elegan sampai saat ini. Jangan lupa kunjungi gedung ini ketika datang ke Kota Serang, Banten.
Sambil melihat cagar budaya secara nyata dan bisa belajar sejarah Banten pada masa lampau.
Baca Juga: 5 Perguruan Tinggi di Indonesia Buka Jurusan AI, Bisa Jadi Referensi dan Berikut Prospek Kerjanya
Itulah sejarah tentang Gedung Pendopo Kantor Bupati yang ada di Kota Serang. Semoga bermanfaat.***