Sejarah Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Samaun Bakri Namanya Diabadikan Jadi Nama Jalan di Kota Serang Banten

- 12 Februari 2024, 17:35 WIB
Sejarah Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Samaun Bakri yang Namanya diabadikan menjadi Jalan di Kota Serang Banten
Sejarah Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Samaun Bakri yang Namanya diabadikan menjadi Jalan di Kota Serang Banten /Historia/

KABAR BANTEN – Jalan Samaun Bakri yang ada di Kota Serang Banten merupakan salah satu ruas jalan yang mengambil nama pejuang kemerdekaan Indonesia.


Samaun Bakri diabadikan menjadi nama ruas jalan dari Perapatan Pasar Rau melewati Tanggul hingga Perapatan Ki Tapa Lopang, Kota Serang, Provinsi Banten.


Siapakah sebenarnya Samaun Bakri dan apa jasanya hingga namanya diabadikan menjadi jalan untuk dikenang? Bagi warga Kota Serang, nama Samaun Bakri tidak asing lagi.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Banten di Museum Situs Kepurbakalaan di Kawasan Kesultanan Banten


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi, berikut sejarah dan asal usul nama jalan Samaun Bakri yang ada di Kota Serang.


Tahun 1947-1948 adalah masa krusial bagi Indonesia yang baru saja mendeklarasikan kemerdekaan.

Selain harus menghadapi Agresi Militer Belanda II yang membuat ibukota Indonesia harus diungsikan ke Yogyakarta, Indonesia sebagai negara juga belum memiliki infrastruktur pertahanan yang memadai.


Keadaan ini menuntut pemerintah melakukan sejumlah inisiatif. Di tengah keadaan genting tersebut, Presiden Soekarno memberi tugas rahasia kepada seorang tokoh Muhammadiyah untuk membeli sebuah pesawat di India.


Tokoh itu bernama Samaun Bakri. Samaun lahir pada 28 April 1908 di Nagari Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman, Sumatra Barat, dari pasangan Bagindo Abu Bakar dan Siti Syarifah.


Kakeknya dari garis ayah adalah Bagindo Tan Labiah, seorang dubalang Tuanku Imam Bonjol.

Samaun mengenyam pendidikan Vervolgschool setara sekolah menengah pertama, Sumatra Thawalib di Padang Panjang, kursus-kursus politik, dan bahasa asing. Awal tahun 1926 beliau bekerja di kantor residen Padang.


Namun, baru beberapa bulan bekerja dia keluar karena tak terima dengan keangkuhan orang Belanda. Pada 1929, Perjuangan Samaun melalui media massa dimulai dengan menjadi wartawan surat kabar Persamaan.


Melalui harian ini, Beliau kerap mengkritik kebijakan Pemerintah Kolonial seperti Kontrolir Pariaman Speit, sehingga Speit melalui Kepala Nagari Kurai Taji Muhammad Nur Majolelo mengusir Samaun.

Majolelo yang masih keluarganya membekali Samaun 7 ringgit, dan bersama dengan keluarganya Samaun pergi ke Medan kemudian ke Bengkulu, di sini dia aktif di Muhammadiyah dan sebagai wartawan redaksi di koran Surat Kabar Sasaran.

Di surat kabar itu Beliau kerap mengkritik petinggi adat Bengkulu seperti Demang, Assisten Demang Pasirah dan Depati yang menyusahkan rakyat dengan menjadi kaki tangan Pemerintah Hindia Belanda.

Di Bengkulu, Samaun aktif sebagai anggota Muhammadiyah dan sering bertablig ke berbagai daerah.

Samaun menjadi anggota Konsul Muhammadiyah Bengkulu sesuai keputusan Muhammadiyah Pusat setelah Konferensi Daerah ke-IX Muhammadiyah Bengkulu tanggal 25-28 Maret 1937.

Beliau juga menjabat Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM) regional Bengkulu.

Samaun juga berperan besar pada awal hubungan antara Soekarno dengan Fatmawati.

Saat mengalami Agresi Militer Belanda, pelabuhan di wilayah Republik Indonesia diblokade oleh Belanda.

Memiliki nomor registrasi RI-002, pesawat Douglas C-47 itu menjadi pesawat pertama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

RI-002 melakukan penerobosan blokade, menyelundupkan hasil produksi ke luar Indonesia dan menerjunkan senjata di wilayah Indonesia.

Tak hanya itu, RI-002 juga telah menerbangkan pejabat Indonesia ke berbagai tempat.

Keadaan Indonesia yang kekurangan pesawat ini menginisiasi Presiden Soekarno untuk membeli pesawat baru.

Soekarno lantas menugaskan Samaun yang saat itu menjabat sebagai wakil Residen (Bupati) Banten untuk membeli pesawat udara dari Negara India.

Sebelum berangkat ke India, tugas pertama adalah mengambil 20 kg emas dari pertambangan Cikotok, Banten sebagai alat pembayaran.

Pada 10 Oktober 1948, rombongan Samaun yang terdiri dari kapten dan pilot Bobby Freeberg, co-pilot Bambang Saptoadji, ahli teknik Sumadi, operator radio Suryatman, co-pilot kedua Santoso terbang ke Bukittinggi.

Pesawat itu ditugaskan pemerintah pusat di Yogyakarta mengangkut 20 kg emas dari tambang emas Cikotok untuk membeli pesawat bersama muatan lain.

Pesawat Dakota RI-002 lepas landas dari lapangan udara Gorda, Serang.

Wah tidak disangka ternyata wilayah Lebak khususnya Bayah di Banten ini memberikan kontribusi besar dalam pembelian pesawat bagi Republik Indonesia.

 

Pesawat Dakota RI 002 kemudian lepas landas dari lapangan udara Gorda Serang menuju Tanjung Karang Lampung.

Setelah tiba di Tanjung Karang RI 002 berangkat lagi menuju Bukit Tinggi namun dari Tanjung Karang menuju Bukit Tinggi pesawat hilang kontak.

Reruntuhan pesawat baru ditemukan dalam keadaan rusak dan jatuh di tengah hutan di wilayah Lampung Tengah bagai hilang ditelan bumi, tidak ada yang mengetahui kabar nasib rombongan ini.

Hingga muncul berbagai spekulasi sampai Presiden Soekarno wafat pada 1970 pun tidak ada informasi mengenai misi ini, hingga ada berita 30 tahun kemudian tepatnya pada 7 atau 14 April 1978 di Bukit Punggur Lampung.

Pencari rotan di Bukit Punggur, Lampung, melaporkan penemuannya kepada Pemerintah Lampung Tengah.

Dia menemukan bangkai pesawat RI-002 beserta semua kerangka jenazah penumpang dan awak pesawat, kecuali kerangka Bobby Earl Freeberg.

Tiga bulan kemudian, Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Udara Ashadi Thahjadi mengumumkan bahwa kru dan penumpang R-I002 telah gugur dalam melakukan tugasnya untuk Republik Indonesia saat berusaha menembus blokade Belanda.

Kru Indonesia RI-002 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang pada 29 Juli 1978, sedangkan letak makam Bobby Freeberg tidak diketahui.

Pada tahun 2002 Samaun Bakri dianugerahi penghargaan Bintang Mahaputra Utama oleh pemerintah Indonesia.

Untuk mengenang jasa-jasa dan perjuangannya, anaknya Fuad S. Bakri bersama Teguh Wiyono menulis buku dengan judul Samaun Bakri, Sang Jurnalis dan Misteri Jatuhnya RI 002.

Buku yang diterbitkan oleh Rajawali Konsultan itu diluncurkan pada 20 September 2014 di Museum Teks Proklamasi, Jakarta.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Banten di Museum Situs Kepurbakalaan di Kawasan Kesultanan Banten

Itulah sejarah nama Jalan Samaun Bari, pejuang kemerdekaan Indonesia yang gugur mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsa dan negara.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah