Pesan untuk Politisi Pasca Pileg 2024: Demokrasi tak Sekadar Perebutkan Tahta, Tapi Jangan Lupakan Hal Ini

- 11 Maret 2024, 10:15 WIB
Ahmad Nuri saat membagikan buku karangannya yang berjudul Demokrasi tak Sekadar Tahta kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas
Ahmad Nuri saat membagikan buku karangannya yang berjudul Demokrasi tak Sekadar Tahta kepada Menag Yaqut Cholil Qoumas /Dok Ahmad Nuri

Ia sepakat dengan Nuri bahwa demokrasi bukan semata-mata untuk meraih tahta dan harta, tapi juga harus berfungsi sebagai alat terindah yang bisa diterima secara menyeluruh oleh semua entitas bangsa dalam mewujudkan baldatun toyibatun warobbun ghofur.

Nuri memandang sesungguhnya demokrasi Indonesia memadukan makna politik demokrasi keduanya. Yakni demokrasi Indonesia menempatkan Islam sebagai referensi tata nilai yang menggerakkan proses demokrasi itu sendiri. Islam menyediakan tahta nilai untuk diderivasi ke dalam proses demokrasi dengan terus mengembangkan kultur demokrasi yang sesungguhnya telah berkembangan dalam masyarakat Islam Indonesia.

Tak berhenti di kekuasaan

Nuri menilai saat ini model demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia pasca reformasi digulirkan ini, demokrasi yang begitu mahal ini, akan mampukah menemukan hasil yang begitu indah bagi rakyat, atau justru akan membawa rakyat pada kehancuran? Semua ini harus diuji titik maslahat demokrasi sebagai bagian dari proses sirkulasi dan transmutasi kekuasaan.

Pemahaman Ahmad Nuri yang memandang penempatan demokrasi sebagai tujuan akan menimbulkan pemberhalaan terhadap demokrasi. Sementara demokrasi menyimpan kelemahan-kelemahan yang harus ditutup dengan upaya menjadikan demokrasi sebagai alat untuk mencapai kekuasaan dan kekuasaan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Dalam pergulatan pemikirannya, Nuri mengungkap pandangan Dahl, yang banyak diderivasi tapi juga didistorsi oleh sebagian politisi bahwa demokrasi untuk demokrasi. Karena ketika memenangkan proses demokrasi mencapai tahta mereka berhenti di kekuasaan itu. Mereka tidak melanjutkan kekuasaan untuk kesejahteraan.

Akhirnya, menurut Nuri, demokrasi saat ini telah menghasilkan sesuatu yang paradoks berbeda dari nilai yang melekat dalam prinsip-prinsip dasarnya. Ekspektasi besar dari demokrasi sejatinya adalah kebebasan persamaan keadilan dan kesejahteraan namun saat ini yang baru tampak adalah ke kebebasan untuk meraih tahta atau kekuasaan dan harta.

Pesan moral mengenai demokrasi yang ditulis oleh penulisnya yang juga Ketua PW GP Ansor Banten ini menjadi gizi bagi aktivis demokrasi dan juga praktisi parpol, untuk melakukan evaluasi terhadap pemahaman demokrasi yang sempit dan pragmatis tersebut.

Bagi Nuri, seorang pemimpin yang berkuasa, harus memiliki karak­ter kerakyatan dengan orientasi mencapai tujuan utama sebagaimana termaktub dalam sila Pancasila dan pembukaan UUD 1945.

Menurut dia, konteks ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa seorang pemimpin yang berkuasa yang dihasilkan lewat demokrasi atau syura harus mampu menciptakan al-maslahah al-ammah, melalui kebijakan dan tindakan pemimpin harus diorientasikan untuk kemaslahatan rakyat. Atau tasharuf al-imam ala ar-ra’iyah manutun bi’al maslahaha.

Momentum tepat

Sejumlah kalangan menyambut baik atas terbitnya buku ini.Rektor Untirta 2011-2015 dan 2015-2019 Prof Dr Sholeh Hidayat, M.Pd, menilai terbitnyabuku karya intelektual Ahmad Nuri ini di tengah momentum memasuki tahun politik Pemilu 2024 sangatlah tepat.

Halaman:

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x