Kasus Korupsi Proyek Sodetan Cibinuangen, Terdakwa Diadili Diatas Ranjang

- 21 Maret 2018, 09:45 WIB
sidang kasus korupsi sodetan cibinuangen
sidang kasus korupsi sodetan cibinuangen

SERANG, (KB).- Pemegang saham PT Delima Agung Utama (DAU) Nilla Suprapto diadili diatas ranjang dengan masih mengenakan infus saat didudukan sebagai terdakwa atas kasus korupsi proyek Sodetan Cibinuangen di Kabupaten Lebak tahun 2011 senilai Rp 19 miliar, Selasa (20/3/2018). Sebelum sidang dimulai di salah satu ruang Pengadilan Tipikor Serang, kuasa hukum Nilla, Ryan Pratama sempat protes terkait sikap JPU Kejati Banten yang memaksakan sidang. Dia beralasan kondisi kliennya yang menderita penyakit stroke sehingga dianggap belum layak untuk diadili. Namun JPU Kejati Banten yang diketuai oleh Mierna mempunyai argumentasi berbeda. Menurut dia, kondisi Nilla layak untuk disidangkan. Hal tersebut berdasarkan asesmen dari Rumah Sakit Umum (RSU) Adhyaksa, Jakarta Timur.  Penuntut umum juga menghadirkan dokter sebelum untuk memeriksa kondisi kesehatan Nilla sebelum persidangan dimulai. Hasil pemeriksaan dokter, Nilla dianggap bisa melanjutkan persidangan. Ketua Majelis Hakim Epiyanto pun kemudian mengambil sikap. Ia meminta kepada kuasa hukum Nilla untuk membuat laporan pemeriksaan kesehatan dari dokter yang berasal rumah sakit. Persidangan terhadap Nilla oleh majelis hakim kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat dakwaan. “Karena kami juga tidak akan menyidangkan orang yang lagi sakit,” kata Epiyanto. Dalam dakwaan JPU, Nilla dianggap telah terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur PT Mekar Tunas Jaya (MTJ) Ratu Lilis Karyawati (vonis inkrah 8,5 tahun penjara), pejabat pembuat komitmen (PPK) Dedi Mashudi,  Direktur Utama PT DAU Tetty Yogianti, pelaksana lapangan pekerjaan Memet dan Direktur III PT III DAU Yayan Sunarya. Perbuatan terdakwa bersama Lilis dan kawan-kawan tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,5 miliar lebih (minus Rp 5,6 miliar dari penyitaan aset Lilis). Perbuatan Nilla selaku pemenang lelang telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyerahkan pekerjaan proyek Sodetan Cibinuangen kepada Lilis. “Perbuatan tersebut bertentangan dengan Pasal 87 ayat (3) Perpres 54 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah,” kata JPU Mierna. Atas perbuatannya tersebut, Nilla telah memperkaya Lilis sebesar Rp 5,6 miliar lebih. Pekerjaan proyek tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara karena tidak sesuai dengan spesifikasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli dari Universitas Indonesia (UI) mutu kuat tekan beton hanya rata-rata 122,77 kg/cm2. Seharusnya mutu tekan beton 225 kg/cm2. “Besi yang terpasang seharusnya sama dan sesuai dengan kontrak,” ucap Mierna. Meski pekerjaaan tidak sesuai, proyek tersebut terjadi korupsi yang masif. PPK Dedi justru mensetujui pembayaran pekerjaan dalam berita acara serah terima pekerjaan 100 persen hingga proyek tersebut dibayarkan pemerintah. Ia juga tidak melaksanakan kontrak dengan penyedia jasa dan mengendalikan pelaksanaan kontrak. “Bertentangan dengan Pasal 11 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 (perbuatan Dedi),” kata Mierna. Atas perbuatan Nilla JPU menjeratnya dengan dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang yang sama. Menanggapi dakwaan tersebut, kuasa hukum Nilla, Ryan Pratama menyatakan keberatan. Pihaknya akan mengajukan eksepsi kepada majelis hakim. Rencananya sidang akan kembali digelar pada Selasa pekan depan dengan agenda eksepsi. Diketahui, pada perkara ini, mantan Ketua DPD Golkar Kota Serang Lilis telah diadili terlebih dahulu. Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Serang 30 Maret 2015 Lilis dijatuhi vonis 7 tahun denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti (kerugian negara) Rp 5,6 miliar subsider 3 tahun. Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo pasal 18  UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP. Tak puas dengan vonis tersebut, Lilis mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten.  Di tingkat banding, hukuman Lilis diperberat menjadi 8,5 tahun penjara. Kembali tidak puas dengan putusan peradilan, Lilis mengambil langkah hukum kasasi ke MA. Namun di tingkat MA, perkara Lilis ditolak sehingga putusan PT Banten dikuatkan. Dalam pengembalian kerugian keuangan negara, pihak Kejari Lebak sebelumnya telah menyita aset  Lilis berupa rumah di Jalan Tb Suwandi, Kelurahan Ciracas, Kota Serang pada Mei 2016 lalu. Selain menyita rumah, Kejari Rangkasbitung s juga telah menerima sitaan berupa sebuah mobil Nisaan X Trail milik Lilis dengan nomor polisi A 1 ZS dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten selaku penegak hukum yang mengusut kasus tersebut. (FI)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah