Nasib Para Sopir Angkot, Lebih Banyak di Garasi Ketimbang Beroperasi

- 28 Maret 2018, 11:15 WIB
Harga-BBM-Naik-ilustrasi
Harga-BBM-Naik-ilustrasi

Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) di wilayah selatan Kabupaten Lebak semakin terpukul dengan kenaikan harga pertalite yang diikuti kelangkaan premium. Sebagian dari mereka bahkan lebih banyak di garasi daripada beroperasi atau menarik penumpang.  Bukan tanpa alasan, itu karena para sopir angkot lebih sering tekor akibat penghasilan yang tidak lagi sebanding pengeluaran yang tinggi akibat kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Salah satunya adalah Muh, sopir angkot di wilayah selatan yang memilih "merumahkan" kendaraannya. Saat ini, angkot miliknya lebih banyak di garasi dari pada beroperasi atau menarik penumpang. Hal itu terpaksa dilakukan karena penghasilan dari jasa angkot semakin tidak sebanding dengan biaya BBM dan perawatan. "Pemilik atau pengusaha angkot di wilayah selatan Kabupaten Lebak yang tersisa, kini hanya dalam hitungan jari. Sebab, biaya operasional dan pendapatan tidak sebanding. Kondisi itu sudah lama terjadi. Apalagi sekarang saat harga pertalite terus mengalami kenaikan dan premium semakin langka," ujarnya. Menurut Muh, saat ini angkot yang dikemudikannya sudah jarang mengisi BBM premium. Sebab, di SPBU terdekat tepatnya simpang Pom Desa Cilangkahan, sudah lama tidak menjual premium. "Dulu saja kami selalu tekor apalagi sekarang saat harga pertalite terus naik. Terus terang bagi kami sopir angkot merasa tidak dihiraukan oleh pemerintah. Kasarnya mah mau kelaparan juga seolah sudah tak dihiraukan," tuturnya. Begitu juga dengan sejumlah sopir agkot di wilayah Serang Timur yang mengeluhkan kelangkaan premium dan naiknya harga pertalite akhir-akhir ini. Kondisi itu diyakini akan memengaruhi tarif angkutan. Sopir angkutan umum jurusan Balaraja-Serang, Bahrudin mengaku kecewa dengan langkanya BBM jenis premium. Sebab, selama ini dirinya biasa menggunakan bahan bakar jenis premium untuk menghidupkan kendaraan miliknya. "Sekarang mah susah nyari premium, hampir di tiap SPBU enggak ada," ucapnya kepada Kabar Banten saat ditemui di ruas jalan raya Serang-Jakarta, di Sentul, Kecamatan Kragilan, Selasa (27/3/2018). Dengan langkanya BBM jenis premium tersebut, otomatis pengeluaran untuk kendaraannya semakin besar. Padahal, tarif yang diberlakukan saat ini masih menggunakan tarif lama. Sehingga, pendapatannya pun mulai berkurang dibanding biasanya. "Banyak untuk bensin sekarang, jadi harus beli pertalite kalau pertamax kan mahal juga. Belum lagi setoran kan," katanya. Sopir angkutan umum lainnya, Ucok mengaku repot dengan adanya kelangkaan premium tersebut. Langkanya premium itu pun telah membuat dirinya harus beralih pada bahan bakar lain yakni pertalite. "Pakai pertalite kadang-kadang. Tapi masih suka dapat juga si premium," ujarnya. Saat disinggung soal naiknya harga pertalite, dirinya pun mengaku kecewa. Sebab dengan langkanya premium saja dirinya dan sopir lainnya sudah merasa kesulitan. Menurutnya, adanya kenaikan bahan bakar itu bisa saja membuat tarif angkutan umum kemudian turut naik. Sebab, harus menyesuaikan dengan pengeluaran pengusaha angkutan umum. "Bisa saja naik nantiya, kalau sekarang masih belum," katanya. Menurut dia, peralihan dari premium ke pertalite juga bukan hanya akan berdampak pada tarif angkutan umum. Namun bisa saja pada bahan pokok lainnya. "Namanya BBM, pasti berpengaruh sama yang lainnya," tuturnya. (Lugay/"Job"/ Dindin Hasanudin)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah