Kepala Kanwil Kemenag Serukan Warga Bantu Ponpes Terbakar

- 19 September 2018, 19:56 WIB
Kakanwil Kemenag Banten Bazari Syam saat mengunjungi pesantren riyadul awamil yang terbakar
Kakanwil Kemenag Banten Bazari Syam saat mengunjungi pesantren riyadul awamil yang terbakar

SERANG, (KB).- Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Banten Dr. H. Bazari Syam menyerukan masyarakat agar membantu Pondok Pesantren Riyadul Awamil yang terbakar. Bantuan sangat diharapkan, sebab seluruh sarana belajar santri ludes dilalap si jago merah. “Saya mengajak seluruh warga Kabupaten Serang khususnya ikut membantu, agar para santri segera bisa belajar seperti biasa,” kata H. Bazari Syam saat meninjau Pesantren Riyadul Awamil, Rabu (19/9/2018). Kedatangan Bazari disambut Pengasuh Pesantren Riyadlul Awamil KH. Sonhaji. Diketahui, Pesantren Riyadul Awamil di Kampung Cangkudu RT 10/02, Desa Sukamanah, Kecamatan Baros ludes terbakar pada Ahad (16/9/2018) sekitar pukul 08.30 WIB. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Sementara itu, KH Sonhaji menuturkan, akibat musibah tersebut bukan hanya 300 kamar santri ludes menjadi abu. Namun, seluruh kitab dan Alquran para santri juga ikut terbakar. Saat ini, para santri bukan hanya tidak memiliki pakaian dan kitab, tapi juga tidak memiliki Alquran. “Tidak ada yang tersisa. Paling sedih bagi santri, kitab mereka yang sudah tamat diaji selama bertahun-tahun juga ikut terbakar,” kata KH. Sonhaji.
KH. Sonhaji mengatakan, hingga saat ini belum ada yang tahu penyebab terbakarnya 300 kamar berbentuk kobong tersebut. Api menyebar sangat cepat, sebab bangunan tersebut berdinding bilik, beratap welit dan lantai palupuh. “Hari pertama kejadian, para santri nangis saja tidak bisa. Mereka terkejut dan trauma. Mereka tidak percaya kobong yang bertahun-tahun sudah menjadi tempat tinggal santri itu tinggal abu,” katanya. KH. Sonhaji masih bersyukur, musibah kebakaraan itu hanya melahap kobong. Padahal, pesantren tersebut sangat berdekatan dengan rumah warga. “Saya sangat berterima kasih petugas pemadam kebakaran segera datang. Jadi, api tidak sampai merembet ke rumah warga,” kata kiai muda tersebut. Saat ini, KH. Sonhaji mengaku sedang fokus memperbaiki majelis, supaya santri bisa cepat kembali mengaji. “Tidak harus bagus, yang penting bisa dipakai ngaji aja dulu Kalau untuk solat berjemaah, santri masih bisa memakai musola,” katanya. Untuk sementara, kata KH. Sonhaji, para santri tinggal di musola dan sekteriat pondok. Sebab, hanya itu yang tidak tersentuh api.
Sejarah Pondok Pesantren Riyadlul ‘Awamil Cengkudu Baros memiliki sejarah panjang dalam dunia pesantren di Banten, Ini adalah salah satu pesatren tertua di Indonesia, berdiri tahun 1908 M. Meski lokasinya terpencil, namun Pesantren Cangkudu banyak didatangi santri dari berbagai daerah. Bahkan, setiap Ramadan para mantan santri yang kini sudah sibuk dengan dunianya masing-masing juga kembali ke pesantren ini untuk ikut “ ngaji pasaran” Alfiyah. Pesantren Riyadlul ‘Awamil didirikan Abuya KH. Muhammad Siddiq sekitar tahun 1908, berbarengan dengan didirikannya pergerakan Budi Utomo. Sekitar tahun 1946, tampuk kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya, yakni Abuya KH. Ali. KH Ali tipe ulama yang tidak bisa tinggal diam melihat negerinya dikoyak-koyak penjajah. Di tengah kesibukanya mendadar santri, ia sering terlibat dalam pertempuran sengit melawan penjajah. Malam hari ia sibuk mengkaji lembar demi lembar kitab kuning bersama santrinya. Namun pada siang hari, ulama bertubuh tegap ini keluar masuk hutan sambil memanggul senjata. Takdir bicara lain. Dalam suatu pertempuran sengit melawan penjajah, KH Ali syahid di medan laga. Ia mengabdikan diri pada dunia peperangan, demi cinta baktinya kepada bangsa dan negara. Syuhada yang besar di dunia pesantren tersebut, dimakamkan di Makam Seribu, Serpong. Sepeninggal KH Ali, KH Muhammad Siddiq kembali mengambil alih kepemimpinan pesantren. Namun karena alasan usia, ia menyerahkan pesantren yang sudah melahirkan ribuan santri itu kepada salah seorang menantunya, yakni Abuya KH. Abdul Salam. Setelah memimpin beberapa tahun, KH Abdul Salam menyerahkan pesantren yang diasuhnya kepada KH. Badruddin, menantunya. Di tangan KH Badruddin, Pesantren Riyadlul ‘Awamil berkembang pesat. Santrinya bukan hanya penduduk Pulau Jawa, namun juga datang dari berbagai daerah di Tanah Air. Pada tahun 1993, KH. Badruddin dipanggil Yang Maha Kuasa. Ia meninggalkan sembilan anak dan sekitar 700 santri. KH Sonhaji, putra sulung KH Badruddin, tergerak untuk mengambil kendali. Padahal ketika itu, usia pria berpenampilan tenang ini baru menginjak 17 tahun. “Sebagai putera sulung, saya terdorong untuk melanjutkan cita-cita beliau. Kalau tidak, pesantren ini bisa bubar,” ungkap KH Sonhaji. Pada tahun-tahun awal kepemimpinan KH Sonhaji, jumlah santri merosot tajam. Dari sekitar 700 orang, hanya tersisa seratus santri. Di antara para santri ada yang pulang kampung, tetapi tak sedikit yang memilih pindah ke pesantren lain. “Antara tahun 1994 sampai 1996 saya anggap sebagai tahun cobaan paling berat. Tapi saya tidak boleh menyerah. Nenek moyang saya berjuang sambil memanggul senjata, sementara saya hanya tinggal duduk ngelepoh. Saya malu, kalau harus menyerah,” katanya, mengenang Perjuangan, ketabahan dan keuletan KH Sonhaji tak sia-sia. Saat ini, Pesantren Riyadlul ‘Awamil bukan saja mampu mengundang ratusan santri dari berbagai pelosok daerah, namun juga “sedang belajar” menggarap bidang non-kitab kuning. Sayang, di tengah semangat menggebu para santri, musibah menimpa pesantren ini. Sebanyak 241 kamar ludes dilalap si jago merah dalam peristiwa kebakaran yan terjadi Ahad (16/9/2018) pagi hari. (KO)*

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah