Mulai Diparipurnakan, Raperda RZWP3K Kembali Tuai Penolakan

- 13 Juli 2020, 10:30 WIB

SERANG, (KB).- DPRD Banten kembali membahas Raperda tentang Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang diusulkan Gubernur Banten. Kelanjutan pembahasan RZWP3K ini kembali mendapatkan penolakan dari elemen masyarakat.

Dinamisator Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (Amuk) Bahari Banten, Daddy Hartadi mengatakan, menilai Gubernur Banten tidak menjalankan Pasal 96 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mengusulkan Raperda RZWP3K. RZWP3K akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan nelayan tradisional dan nelayan kecil yang berada di seluruh pesisir Provinsi Banten.

"Amuk Bahari Banten menolak penyampaian nota gubernur atas usulan Raperda RZWP3K," katanya.

Menurut dia, gubernur juga tidak melibatkan masyarakat nelayan untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan sebagaimana diatur pasal 96 ayat 1-4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.

"Raperda ini sangat sulit untuk diakses oleh masyarakat nelayan dan komunitas-komunitas nelayan. Dalam berbagai kajian dan diskusi yang telah dilakukan Amuk Bahari Banten, draf raperda tersebut kami sinyalir masih banyak perampasan ruang hidup masyarakat bahari," tuturnya.

Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan pihaknya menolak Raperda RZWP3K, yaitu dalam dinamika konstitusi dan rencana strategis pembangunan baik nasional maupun daerah terkait RZWP3K, tidak melibatkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penyusunannya.

"Rencana zonasi merupakan rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin," ucapnya.

Kedua, usulan Raperda RZWP3K Provinsi Banten apakah akan memberikan ruang yang adil untuk permukiman nelayan. Padahal, kata dia, provinsi ini memiliki rumah tangga nelayan tradisional sebanyak 9.235, yang terdiri dari 8.676 keluarga nelayan tangkap dan 559 keluarga nelayan budidaya.

"Inilah bentuk ketidakadilan sekaligus bentuk perampasan ruang yang akan dilegalkan melalui Perda," katanya.

Ketiga, alokasi ruang untuk perikanan tangkap berada di titik-titik terjauh yang kecil kemungkinan tidak dapat diakses oleh nelayan tradisional menggunakan kapal di bawah 10 GT.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x