Yudian Wahyudi: Intelektual PTKIN Fenomenal (Bagian I)

- 6 April 2020, 21:15 WIB
Fauzul Iman
Fauzul Iman /

Selama Visiting Scholar di Harvard Law School, Boston USA tahun 2002-2004, Yudian banyak menulis makalah untuk dipresentasikan di sejumlah besar benua dan di tiga kampus terbesar dunia (Harvard, Yale dan Princeton). Ia menerbitkan buku 52 terjemahan buku filsafat dan keislaman dari bahasa Arab, Inggris dan Prancis. Selain publikasi internasional, Yudian telah menulis buku sebanyak delapan di bidang filsafat hukum Islam dan bidang politik.

Di luar negeri, Yudian memimpin organisasi Persatuan Mahasiwa Indonesia-Kanada, Persiden Pendiri Indonesia Academic Society. Setelah di Indonesia, Yudian tidak dipercaya memimpin jabatan akademik dan ormas antara lain: Kepala Pusat Penelitian Sain Alquran Jawa Tengah, Wakil Rais Syuriah PW NU, DIY, Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (2007-2011), Rektor UIN Sunan Kalijaga (2016 -2021). Terakhir di tahun 2020 ini Yudian dilantik sejabat setingkat menteri sebagai Kepala BPIP.

Suka ceplas ceplos

Saat manajemen sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian terkenal banyak kelakar dan sesama rekan rekan rektor. Ia suka Berbicara terbuka dan ceplas-ceplos yang sering mengundang gelak tawa rekan sejawat rektor. Di tengah canda ria yang mengasyikkan, ia juga tidak meninggalkan sikap seriusnya dan piawai memikat lingkaran diskusi sela-sela pertemuan forum nasional rektor.

Diskusinya tidak tanggung bertemakan filosofi hukum Islam, politik, tasawuf dan tarekat. Para rektor terundang ikut nimbrung bisa lima orang dan bahkan mencapai sepuluh orang. Diskusi diurai sejak tema pemikiran Cak Nur, Al- Jabiri, Hasan Hanafi hingga sampai pemikir klasik Al- Ghozali, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Kelemahan dan kelebihan para pemikir itu ia kemukakan dengan detail dan fasih. Bahkan terkadang menyerempet dengan tanpa ragu mengungkap kelemahan dan teori kekeliruan teori / pemikir Islam nasional.

Di diskusi yang bercampur, senda gurau itu, tersirat yang mengejutkan dari Yudian bahwa dirinya sering tidak masuk dan dihambat jika mengikuti seleksi jabatan. Suatu ketika, seorang Yudian, beberapa senior yang menghembuskan informasi ke teman kalau Yudian yang terpilih rektor kampus akan hancur oleh karena watak calon yang keras selalu terjadi dan ingat.

Mendengar cerita itu, Yudian tidak marah dan tetap tenang melaksanakan salat hajat dan mengamalkan doa-doa aliran tarikat Sunan Anbiya yang didirikannya dalam rangka membangun Pesantren Nawasea yang dicita- citakannya.

Berkat amalan tarikatnya, lanjut Yudian, pesantren berhasil dibangun dan rektor pun terpilih. Meskipun saat asesment di kementerian pusat , Yudian mengakui masih terasa dihambat karena disudutkan dengan pertanyaan bernada marah yang diajukan oleh salah seorang guru besar yang mengujinya. Seperti diungkapkan dalam bukunya, Jihad Ilmiah dari Harvard ke Yale dan Princton, prediksi negatif yang diutarakan dua senior guru besar itu gagal total.

Sejak saya dilantik rektor, tegas Yudian, demo mahasiswa hanya terjadi satu kali. Dosen pun tidak pernah demo. Laporan pertanggungjawaban rektor setiap tahun lancar, tidak ada laporan.

Kenyataan terjadi sebaliknya, kata Yudian, justru dirinya menjadi pemersatu minimal di kalangan tiga organisasi. Nama- nama tokoh "tradisionalis" (NU) dan "modernis" (Muhammadiyah) dan KAHMI diabadikan secara adil dalam penamaan 25 gedung. Contohnya Gedung Prof. KH.Saifuddin Zuhri representasi NU. Gedung Prof. Mukti Ali representasi Muhammadiyah / KAHMI. Gedung Prof. Dr. Amin Abdullah dan gedung Prof. Dr. Machasin, MA masing- masing merepresentasikan tokoh muda yang masih hidup dari kalangan Muhammadiyah dan NU. Tulis Yudian dalam buku tersebut.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah