TKI Etty Toyib yang Lolos Hukuman Mati Ngaku Tak Bersalah

7 Juli 2020, 11:14 WIB
TKI

TANGERANG, (KB).- Etty Toyib, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi tiba di Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Tangerang, Senin (6/7/2020) malam. Etty tiba di Indonesia menggunakan pesawat charter SV-818 Ex Saudi bersama ratusan TKI  lainnya dari Arab Saudi. Bahkan, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjemput langsung kedatangan Etty di Terminal 3 ruang VVIP.

Etty bisa lolos dari hukuman mati atas dakwaan pembunuhan terhadap majikannya di Arab Saudi, Faisal Al-Ghamdi dengan tuduhan meracuni sang majikan. Lantaran pemerintah Indonesia menebusnya dengan uang senilai 4 juta riyal atau senilai Rp 15,2 miliar.  Saat ditanya soal tragedi yang menimpa dirinya, Etty menjawab kencang kalau dia tidak bersalah.

"Enggak merasa salah, nanti Allah yang menjawab. Saya engga merasa salah, engga ada yang disalahkan," ucap Etty.

Ia menceritakan pengalamannya 18 tahun di dalam kurungan penjara. Mulai dari rajin mengikuti Musabaqoh Tilawatil Quran sampai mampu menghapal Alquran. 18 tahun bukanlah waktu yang sebentar yang harus ditempuh Etty, menghabiskan hidupnya di dalam penjara. Namun ternyata, Etty bisa memanfaatkannya dengan berbagai hal yang berguna bagi dirinya sendiri. "Saya pakai dengan hapalan atau menghapal Alquran," kata Etty kepada media.

Bukan hanya sekadar menghapal, Etty ternyata juga rajin mengikuti musabaqoh Alquran. Dimana kompetisi tersebut diikuti bukan hanya penghuni lapas perempuan saja, melainkan juga pria dan para sipirnya.  Hasilnya, Etty berhasil keluar sebagai juara ke empat. "Saya ikut musabaqoh dan jadi posisi ke empat," katanya bangga yang disambut sautan Alhamdulillah rombongan Menteri Tenaga Kerja yang menjemputnya di Bandara Soetta.

Selain memfokuskan diri dengan alquran, Etty mengaku kesehariannya di dalam penjara diisi dengan berbagai kegiatan. Kadang dia harus banyak membantu kegiatan petugas, untuk membeli kebutuhan dirinya. Seperti membeli sabun atau odol. "Apa saja saya kerjakan, bantu-bantu gitu," ujarnya.

Namun untuk makanan, Etty bersyukur pemerintah Arab Saudi tidak membiarkan dirinya atau tahanan lain kelaparan. Pasti diberi asupan makan yang cukup dan juga terjadwal dengan disiplin.  "Alhamdulillah kalau soal makanan mah enggak pernah kekurangan,"katanya.

Kini, dia pun mengaku bersyukur sudah bisa kembali ke Indonesia, setelah merasakan kehidupan 18 tahun di dalam penjara. Padahal sebelum dipenjara, Etty hanya bekerja dengan majikannya 1 tahun 2 bulan saja.  "Yang penting sekarang sudah pulang, rindu keluarga, rindu orang-orang Indonesia, itu saja sudah bersyukur banget," ujarnya.

Sementara itu Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan sudah sepantasnya Etty mendapatkan perlindungan dari negara. Etty juga dapat bebas dari balik jeruji besi setelah adanya sumbangan dari para dermawan berbagai pihak di Indonesia, termasuk dari Lembaga Zakat Infaq, dan Sodaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) yang penggalangannya dilakukan sejak 2018.

"Kita sampaikan melalui pemerintah bantu ibu Etty. Alhamdulillah perjuangam teman-eman sudah terbayar dan lihat hasilnya," ucap Ida.

Menurutnya, kejadian Etty salah satunya disebabkan adanya salah komunikasi saat jalannya pengadilan dakwaan di Arab Saudi.

"Sebenarnya ini karena lagi-lagi ada persoalan bahasa, salah paham. Bu Etty ini salah paham beliau dituduhkan dengan bahasa Arab yang beliau memberikan kesaksian yang berbeda dengan sesungguhnya," ungkap Ida.

Sepulangnya di tanah air, Etty tidak langsung dipulangkan ke rumahnya di bilangan Majalengka, Jawa Barat.

Ia akan menjalani karantina mandiri di Wisma Atlet, Pademangan, Jakarta Utara untuk menjalani protokol kesehatan Covid-19. "Tidak langsung dipulangkan, karantina mandiri 14 hari di Pademangan Wisma Atlet. Tadi sebelum ke sini belum rapid test," ucap Ida.

Sebagai informasi, pada tahun 2001, Etty didakwa menjadi penyebab meninggalnya sang majikan, Faisal Al-Ghamdi dengan tuduhan meracuni sang majikan. Dalam persidangan, keluarga majikan menuntut hukuman mati kisas dan pengadilan memutuskan hukuman mati/qisas.

Hukuman mati kisas berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan Mahkamah Banding dengan Nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui Mahkamah Agung dengan Nomor 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.

Mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp 107 miliar agar Etty diampuni dan tidak dieksekusi. Namun setelah ditawar dan dilakukan berbagai pendekatan, akhirnya ahli warisnya bersedia memaafkan dengan diyat sebesar 4 juta riyal Saudi atau Rp 15,2 miliar. (DA)*

Editor: Kabar Banten

Terkini

Terpopuler