Kenaikan Harga Kedelai: Kemendag Berdalih Pengaruh Dunia, Perhepi 'Tampar' Pemerintah dengan Data

4 Januari 2021, 18:47 WIB
Perajin tahu tempe di Kramatwatu Kabupaten Serang saat memulai produksi. Pekan kemarin perajin tahu tempe mogok produksi karena harga kedelai yang naik. /

 

KABAR BANTEN - Kenaikan harga kedelai terancam tak terkendali atau kacau, menyusul stok yang tidak dapat segera ditambah akibat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas.

Kementerian Perdagangan atau Kemendag beralasan, lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia sebagai faktor utama penyebabnya.

Dampak terburuknya, secara psikologis diperkirakan akan memengaruhi harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang. Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95/bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92/bushels.

Baca Juga : Perajin Tahu Tempe Menjerit Hingga Mogok Produksi, Anggota DPR: Kemana Kemendag?

Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 USD/ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 435 USD/ton.

“Kami melakukan koordinasi dengan Gakoptindo dan memperoleh informasi bahwa harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp9.000/kg pada November 2020 menjadi Rp9.300-9.500/kg pada Desember 2020 atau sekitar 3,33-5,56 persen,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto, dalam siaran pers yang dikutip Kabar-Banten.com dari www.kemendag.go.id.

Menurut Suhanto, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020, permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.

Baca Juga : Kredit Macet Capai Rp1,6 T, Bareskrim Polri Ikut Menagih, WH Ungkap Langkah Tangani Bank Banten

Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.

“Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah, mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” kata Suhanto.

Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), saat ini para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang importir sekitar 450.000 ton.

"Apabila kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000-160.000 ton/bulan, maka stok tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 2-3 bulan mendatang," ujar Suhanto.

Baca Juga : Optimis Pertumbuhan Ekonomi Nasional 5,5 Persen di 2021, Menperin Ungkap Langkah Pemerintah

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Hermanto J. Siregar, memberikan raport merah untuk pemerintah. Pemberian raport merah tersebut, diikuti data yang cukup menampar pemerintah.

Dari data yang disajikannya, terungkap bahwa pemerintah terlalu mengandalkan impor kedelai. Sementara, dan data produksi kedelai terus turun. Sejak produksi tertinggi sebesar 1,86 juta ton pada 1992, produksi kedelai nasional terus menurun hingga menjadi 400 ribu ton pada 2020.

Dia mengungkapkan, impor mengalami tren peningkatan hingga sekitar 2,8 juta ton 2019 dan mungkin lebih tinggi lagi pada 2020. Menurut dia, pekerjaan rumah atau PR berat pemerintah adalah meniakan produktifitas dan lahan.

Baca Juga : Protes Harga Kedelai Naik, Ratusan Pengusaha Tempe di Kota Tangsel Setop Produksi

Padahal, kata dia, aslinya kedele dari daerah subtropis seperti Indonesia. Oleh akrena itu, benih kedele harus terus dikembangkan agar menjadi lebih cocok untuk daerah tropis.

Produktivitas kedele RI di kisaran 1-2 ton per hektar, di AS dan Negara-negara subtropis lainnya mencapai 4-5 ton per hektar.

“Stlh Tiongkok bebaskan bea masuk impor kedele 2019, impor mereka dr US naik tajam, impor mrka dr Brazil juga tinggi. Volume impor kedele RI jd berkurang, memicu kenaikan hrg kedele dlm negeri. Hrg sdng tinggi, saatnya pmrth dorong petani tingkatkan produksi kedele. & lahan,” katanya dikutip Kabar Bnaten dari akun twitter @hermantoregar.***

Editor: Kasiridho

Sumber: Twitter kemendag.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler