"Kalau pemasaran belum besar karena baru produksi dan belum banyak. Biasa saya jual 100 gram Rp 15 ribu bubuk," ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk Cikolelet sebenarnya bukan perkebunan kopi. Namun lebih pada hutan kopi, dimana kopi disana tumbuh bersama tanaman lain.
"Itu perkiraan 20-30 hektar kopi tapi enggak satu hamparan pisah pisah. Kalau potensi pasar memang lumayan bagus, masalahnya kita cara ambilnya juga masih kaya zaman dulu belum banyak yang matang, yang hijau juga diambil. Kalau saya yang merah saja, petani lain campur, padahal yang bagus itu yang merah. Kedepan mudah mudahan bisa berubah cara ambilnya. Kita masih butuh pembinaan," tuturnya. (Dindin Hasanudin)*