Mengenal Duck Syndrome yang Booming di Kalangan Milenial Amerika, Menutupi Kesedihan Dalam Balutan Tawa

- 14 Maret 2023, 11:45 WIB
Ilustrasi duck syndrome yang terlihat tenang, namun menyimpan luka. Layaknya seekor bebek yang berenang, tampak tenang di atas, namun kakinya terus bergerak mengayuh agar tak tenggelam.
Ilustrasi duck syndrome yang terlihat tenang, namun menyimpan luka. Layaknya seekor bebek yang berenang, tampak tenang di atas, namun kakinya terus bergerak mengayuh agar tak tenggelam. /Pixabay/Couleur

KABAR BANTEN - Di kalangan milenial Amerika, sindrom bebek atau 'Duck Syndrome' sedang ramai diperbincangkan, khususnya dalam dunia kemahasiswaan.

 

Biasanya, penderita Duck Syndrome akan menutupi kesusahannya dengan berpura-pura bahagia dan menutupnya dengan balutan tawa.

Duck Syndrome sendiri pertama kali dikemukakan di Stanford University, Amerika Serikat, untuk menggambarkan persoalan para mahasiswanya.

Baca Juga: Perbedaan Stres, Depresi dan Frustasi, Berikut Penjelasannya

Mengutip dari akun instagram resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia @kemdikbud.ri, istilah Duck Syndrome dianalogikan seekor bebek yang berenang seolah sangat tenang.

Namun, kakinya berjuang keras terus bergerak dengan sekuat tenaga agar tubuhnya tetap bisa berada di atas permukaan air dan tidak tenggelam.

Hal tersebut pun dikaitkan dengan kondisi seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, namun sebenarnya mengalami banyak tekanan dan kepanikan dalam mencapai tuntutan hidupnya, sama seperti mahasiswa.

Misalnya harus mendapatkan nilai bagus, hidup mapan, atau memenuhi ekspektasi orang tua dan orang di sekitarnya untuk membuktikan kesuksesannya.

Namun, meski pun merasakan banyak tekanan dan merasa stres, sebagian penderita duck syndrome masih bisa produktif serta beraktivitas dengan baik.

Walau pun terkadang mereka merasakan hal yang jenuh dan lelah dalam menjalani setiap aktivitasnya, akan tetapi masih tetap bertahan.

Hal itu mungkin terkait dengan perilaku stoicism atau ketabahan yang kuat dari dalam diri seseorang untuk melanjutkan hidupnya.

Namun demikian, di sisi lain, orang yang mengalami Duck Syndrome berisiko mengalami masalah kejiwaan tertentu.

Seperti gangguan cemas dan depresi karena tekanan yang cukup besar pada dirinya serta emosi kurang terkontrol.

Maka dari itu, seseorang dengan Duck Syndrome membutuhkan cukup banyak support atau dukungan agar tidak terjerembab ke dalam hal-hal negatif.

Sebagai penanganan Duck Syndrome bisa dilakukan dengan cara konseling bersama pembimbing akademik atau konselor baik di sekolah mau pun kampus.

Kemudian, pentingnya mengenali kapasitas diri agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuan dan tidak terlalu memaksakan kehendak orang lain.

Baca Juga: Dosakah Menggunakan Harta dari Hasil Temuan? Simak Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Mencintai diri sendiri dan mengukur diri agar sebagai tindakan menghindari kecemasan serta stres yang berlebih.

Jalani gaya hidup sehat dengan berpikir positif, berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Kemudian, mengonsumsi makanan sehat, dan rutin berolahraga, termasuk meluangkan waktu untuk melakukan me time atau relaksasi guna mengurangi stres.***

 

Editor: Yandri Adiyanda

Sumber: Instagram @kemdikbud.ri


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah