Warga Filipina Unjuk Rasa, Desak Jokowi Bebaskan Terpidana Mati Mary Jane

- 12 Januari 2024, 06:46 WIB
Ilustrasi aksi unjuk rasa warga Filipina yang mendesak Presiden Joko Widodo bebaskan terpidana mati Mary Jane/tangkapan layar/X Eebooworld
Ilustrasi aksi unjuk rasa warga Filipina yang mendesak Presiden Joko Widodo bebaskan terpidana mati Mary Jane/tangkapan layar/X Eebooworld /

KABAR BANTEN - Kunjungan bilateral Presiden Joko Widodo ke Filipina pada tanggal 10 Januari 2024 disertai dengan aksi unjuk rasa yang menggema dari keluarga dan warga Filipina yang menuntut pembebasan Mary Jane, terpidana mati asal Filipina.

Kasus ini telah mencuri perhatian sejak Mary Jane divonis hukuman mati pada tahun 2010 dengan tuduhan membawa 2,6 kilogram heroin ke Indonesia.
Lalu, siapa sebenarnya Mary Jane?

Dikutip Kabar Banten dari berbagai sumber, Mary Jane adalah seorang perempuan kelahiran Nueva Ecija, Filipina, dari keluarga miskin. Dengan latar belakang ekonomi yang sulit, ia terpaksa tidak dapat menyelesaikan pendidikannya. Meskipun pernah menikah dan memiliki dua anak, pernikahannya tidak bertahan lama, dan Mary Jane bercerai.

Dalam usahanya mencari pekerjaan, Mary Jane bekerja sebagai pekerja domestik di Dubai. Namun, setelah nyaris mengalami pelecehan seksual, ia memutuskan untuk pulang ke Filipina. Pada 2011, Mary Jane mendapat tawaran pekerjaan di Indonesia dari seorang teman, Kristina, yang tidak lain adalah seorang sindikat perdagangan manusia.

Pada saat itu, Mary Jane tidak menyadari bahwa koper yang dibawanya ke Indonesia berisi 2,6 kilogram heroin senilai 500 ribu dolar AS. Pengadilan Negeri Sleman kemudian menjatuhkan hukuman mati atas kasus ini.

Perjalanan Panjang Kasus Mary Jane di Indonesia

1. Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta (25 April 2010):

Mary Jane ditangkap setelah petugas menemukan 2,6 kilogram heroin di dalam kopernya. Saat itu, dia datang ke Indonesia dengan maksud menjadi tenaga kerja.

2. Pengadilan Negeri Sleman (Oktober 2010):

Setelah melalui proses persidangan, Mary Jane divonis hukuman mati dengan dakwaan melanggar Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

3. Agustus 2011:

Presiden Filipina, Benigno S Aquino III, mengajukan permohonan grasi untuk Mary Jane ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, permintaan ini tidak ditindaklanjuti karena saat itu Indonesia memiliki moratorium eksekusi.

4. Sidang Percobaan (3-4 Maret 2015):

Sidang percobaan digelar di Sleman untuk mencari bukti baru dalam kasus Mary Jane. Pengacara menyatakan perlunya peninjauan ulang karena Mary Jane sebelumnya tidak didampingi penerjemah yang kompeten.

5. Mahkamah Agung Menolak Peninjauan (25 Maret 2015):

Upaya peninjauan kembali di Mahkamah Agung ditolak.

6. Penundaan Hukuman Mati (29 April 2015):

Eksekusi mati Mary Jane hampir dilaksanakan, namun pemerintah Indonesia menunda eksekusi atas permintaan Presiden Filipina yang menyatakan adanya saksi yang mengaku memperalat Mary Jane sebagai kurir narkoba.

Unjuk Rasa dan Permohonan Pembebasan di Hari Ulang Tahun Mary Jane
Aksi unjuk rasa di Filipina selama kunjungan Jokowi memberikan tekanan lebih untuk pembebasan Mary Jane. Keluarga dan warga Filipina memohon kepada Presiden Joko Widodo agar melihat kasus ini sebagai kesempatan untuk menunjukkan kebijakan kemanusiaan.

Itulah aksi unjuk rasa warga Filipina yang meminta usut ulang kasus Mary Jane. Kasus Mary Jane mengekspos tantangan dalam sistem hukum yang kompleks dan seringkali keras.

Dalam mengejar keadilan, penting bagi pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan apakah Mary Jane seharusnya dihukum mati ataukah ada kebijaksanaan untuk mengkaji kembali kasus ini dengan lebih seksama.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x