Duh! Ada Sabuk Awan Pasifik, ITCZ di Ekuator dan SPCZ di Pasifik Selatan, Biang Keladi Bibit Siklon Tropis

17 April 2021, 15:01 WIB
Tangkapan layar infografis penampakan Sabuk Awan Pasifik, ITCZ di Ekuator dan SPCZ di Pasifik Selatan. /YouTube Channel info BMKG

KABAR BANTEN - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mendeteksi adanya sabuk awan pasifik membentang di ekuator.

Ini merupakan pertanda buruk, lantaran sabuk awan pasifik mampu menyebabkan bibit-bibit siklon tropis baru sepanjang Ramadan ini.

Berdasarkan youtube channel InfoBMKG, sabuk awan pasifik adalah sekumpulan awan konvektif yang memanjang menyerupai sabuk.

Baca Juga: Perang Sarung Berisi Batu Resahkan Warga , Polsek Rangkasbitung Bergerak Cepat Amankan Anak-anak

Sabuk awan pasifik juga dikenal oleh kalangan peneliti cuaca dengan nama Intertropical Convergence Zone atau ITCZ.

ITCZ adalah wilayah pertemuan angin pasat, yang berhembus dari belahan bumi utara dan selatan.

Hembusan angin dari dua belahan bumi ini secara konfergen menuju garis ekuator dan menghasilkan zona pembentukan awan.
Zona pembentukan awan ini memanjang di ekuator dan dikenal dengan nama sabuk hujan tropis.

Baca Juga: Anies Baswedan ke Jateng, Ridwan Kamil ke Banten, Sama-sama Boyong BUMD, Terungkap Rencana Besarnya

Tidak hanya menyebabkan potensi hujan dengan intensitas sangat lebat, beberapa kajian ilmiah menyebutkan bawa sabuk ITCZ juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memunculkan siklon tropis.

Lalu salah satu faktor yang menentukan lokasi sabuk ITCZ adalah posisi matahari, suhu muka laut yang hangat, serta konfigurasi wilayah daratan dan lautan.

Di wilayah Pasifik Selatan, bagian dari ITCZ ini membentuk sabuk awan konvektif, yang memanjang secara diagonal yang dikenal dengan Soft Pasific Convergence Zone (SPCZ).

Sesuai namanya, sabuk ini terbentuk mulai perairan hangat Pasifik Barat dekat Indonesia.

Baca Juga: Nissa Sabyan Ajak Penggemarnya Manggung di Konser Virtual, Ada yang Kangen?

Sabuk awan pasifik ini memanjang ke utara hingga Cook Island kepulauan Polinesia di pasifik tengah bagian Selatan.

Lalu apa pengaruh SPCZ ini kepada kondisi cuaca di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian timur.

Kemudian bagaimanakah pengaruh pergeseran SPCZ ini dengan variabilitas lokasi munculnya bibit-bibit siklon tropis.

SPCZ pada dasarnya dapat terjadi sepanjang tahun, itu dapat teramati dengan jelas ketika posisi matahari berada di sebelah selatan bumi pada Oktober hingga April.

Baca Juga: Jelang Final Copa del Rey, Lionel Messi Cukur Habis Jenggotnya, Sinyal Damai atau Pembuang Sial?

Sabuk SPCZ berbentuk memanjang secara diagonal di wilayah samudra Pasifik Selatan.
Dimana sabuk SPCZ terbentuk oleh pertemuan massa udara tropis dan massa udara subtropis di atas permukaan laut yang hangat.

Hal inilah yang menyebabkan mekanisme pembentukannya menjadi sedikit berbeda dengan sabuk ITCZ.

Sementara sepanjang tahun, klimatologi titik SPCZ ini juga tidak cenderung tetap, tidak tergantung posisi matahari seperti ITCZ.

Namun posisi SPCZ ini bisa mengalami pergeseran, karena anomali cuaca di Pasifik Selatan yaitu fenomena la Nino dan la Nina.

Pada masa-masa la Nino, suhu permukaan laut di Pasifik Selatan hangat. Sehingga memicu suplai uap air di wilayah tersebut.

Baca Juga: Dikirim ke Spain Masters 2021, Leo-Daniel Bidik Peringkat 20 Dunia

Inipun menyebabkan proses konveksi terjadi tepat di selatan ekuator yang menyebabkan posisi SPCZ bergeser ke arah timur laut dari posisi klimatologisnya.

Sebaliknya pada tahun-tahun la Nina, karena suhu permukaan laut di Pasifik Selatan lebih dingin, menimbulkan proses konveksi lebih jauh ke selatan ekuator.

Sehingga menyebabkan posisi SPCZ bergeser ke arah barat daya dari posisi klimatologisnya.

Apakah pengaruh dari pergeseran SPCZ terhadap variabilitas kemunculan bibit-bibit siklon tropis.

Baca Juga: Mudik Lebaran Dilarang, Netizen Ramai Bahas Pulang Kampung, Presiden Jokowi Ingatkan Hal Ini

Bibit siklon biasanya tumbuh dan muncul di wilayah lintang 5° hingga 20°. Muncul dan tumbuhnya bibit siklon ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

Pertama adalah hangatnya suhu permukaan laut, minimal 26 derajat celcius. Hal ini menyebabkan meningkatnya suplai uap air di daerah tersebut.

Kedua, adanya perbedaan kecepatan angin atau wind shear yang tidak begitu besar pada pada ketinggian yang berbeda.

Ketiga, terjadinya peningkatan nilai vortisitas siklonik atau gaya pusaran angin karena pengaruh adanya wind shear, gerak rotasi bumi, juga interaksi dengan sistem angin lainnya.

Baca Juga: Viral! Pemain Bola Menepi Buka Puasa Bersama, Pertandingan Baru Berjalan 10 Menit, Adzan Sudah Berkumandang

Dari beberapa penelitian, SPCZ ini berpengaruh pada tumbuh dan munculnya bibit-bibit siklon tropis di wilayah Pasifik Selatan.

Perubahan posisi sabuk SPCZ, berpengaruh kepada lokasi kemunculan bibit-bibit siklon tropis di wilayah Pasifik Selatan.

Meskipun di bagian barat sabuk SPCZ berada dekat dengan wilayah Indonesia bagian timur, hingga saat ini belum ada kajian yang meneliti secara detail terkait dampak langsungnya terhadap kemungkinan munculnya bibit siklon tropis di perairan Indonesia.***

Editor: Yomanti

Tags

Terkini

Terpopuler