KABAR BANTEN - Seorang dokter Indonesia mengungkap data Covid-19 varian Delta yang selama ini dianggap lebih mudah menular dan mematikan dari varian aslinya yang diidentifikasi di Wuhan, China.
Covid-19 varian Delta ini sudah menyebar di 92 negara, di dalamnya termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan juga Indonesia.
India menjadi negara pertama yang mengklasifikasikan varian Delta pada akhir 2020, dan oleh WHO diklasifikasikan sebagai variant of concern atau memiliki risiko penularan dan kesakitan yang lebih tinggi dibandingkan versi aslinya.
Baca Juga: Virus Corona Varian Delta, Kini Mendominasi Kasus Baru, Waspadai dan Kenali Gejalanya
Namun seorang dokter Indonesia yakni dr. Adam Prabata, yang merupakan dokter umum lulusan Universitas Indonesia, mengungkap data yang mengejutkan.
Dalam data yang disuguhkannnya, dr. Adam Prabata yang saat ini sedang menempuh pendidikan Ph.D kardiovaskular di Kobe University, Jepang ini, mengungkap rasio kematian Delta Varian Baru.
Dikutip KabarBanten.com dari akun Twiternya @AdamPrabata, dari tabel jumlah kasus yang dikonfirmasi (urutan) dan kemungkinan (genotipe) berdasarkan varian, di Inggris pada 21 Juni 2021.
Dari data itu, terungkap bahwa Covid-19 jenis baru yang berbahaya bukan Varian Delta, melainkan Apha dan Beta.
“Rasio kematian akibat varian Delta sejauh ini ternyata LEBIH RENDAH dibanding varian lainnya yang kasusnya banyak (Alpha dan Beta),” tulis dr. Adam Prabata.
Dalam data tersebut disebutkan bahwa rasio kematian Varian Delta hanya sekitar 0,3 persen atau lebih rendah dari Alpha yang mencapai 1,9 persen, dan Beta sekitar 1,5 persen.“Jadi JANGAN asal klaim dulu kalau varian Delta ini LEBIH MEMATIKAN yaa,” tulisnya lagi.
Meski demikian, kata dia, data tersebut masih bisa berubah karena pemeirntah Inggris rutin mengupdate sekitar seminggu sekali.
“Yang perlu diingat, data ini bisa terus berubah ya, karena pemerintah Inggris rutin update data ini minimal seminggu sekali. Yang jelas klaim 'Varian Delta lebih mematikan' sejauh ini BELUM TERBUKTI,” katanya.
Pernyataan dr. Adam Prabata tersebut menuai pro kontra di antara netizen, dengan beragam argumennya di kolom komentar.
“kalau menurut news di Ausie varian delta ini bertahan di udara 16 jam artinya jaga jarak, masker dan mencuci tangan aja ga cukup...,” tulis akaun Twitter @VictoryAris.
“harus ada solusi seperti masker khusus dengan sirkulasi? atau double masker dan kacamata khusus?,” tulisnya lagi.
Netizen lainnya mengatakan bahwa sejak awal yang jadi konsen soal kecepatan transmisi penularan. Karena itulah rawan terjadi kolaps di fasyankes.
“ Itu konteks di India dan Indonesia. Yang akan sangat berdampak hasilnya dengan yg terjadi di UK,: tulis akun Twitter @iaridlo.***