Mengungkap Mistik 17 Agustus, Angka Suci Hari Kemerdekaan Indonesia, Kisah Dibalik Detik-Detik Proklamasi

- 10 Agustus 2022, 11:38 WIB
Ilustrasi-Sebuah mistik 17 Agustus, tanggal yang dipilih sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia jelang detik-detik proklmasi yang dibacakan Ir. Soekarno.
Ilustrasi-Sebuah mistik 17 Agustus, tanggal yang dipilih sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia jelang detik-detik proklmasi yang dibacakan Ir. Soekarno. /Kolase foto Dok. Arsip Nasional RI/

Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda tidak puas dan mengambil kesimpulan yang menyimpang, menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.

Sekelompok pemuda akhirnya membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, pada Kamis, 16 Agustus 1945 pukul 04.00 dinihari. Sudah tentu, Seokarno kecewa dengan aksi penculikan itu, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi (1984:60).

Bung Karno bahkan marah, karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap, perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun karena keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang  mereka tentukan.

Saat itu, istri Bung Karno yakni Fatmawati beserta anaknya, Guntur yang belum berumur satu tahun, dibawa ikut serta ke Rengasdengklok, kota kecil dekat Karawang.

Kota itu dipilih para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer, antara anggota PETA (Pembela  Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama.

Bukan hanya itu, Rengasdengklok yang letaknya terpencil sekitar 15  km dari Kedunggede Karawang, mudah terdeteksi dari setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.

Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Para pemuda bermaksud menekan keduanya, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan dan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang.

Namun upaya para pemuda rupanya tidak membuahkan hasil. Baik Seokarno dan Hatta yang memiliki wibawa cukup besar, ternyata para pemuda segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya.

Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya, seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta.

Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan  rencana mereka sendiri. Sampai akhirnya sebuah perdebatan panas kembali terjadi, di sebuah  pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok.

Halaman:

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: setneg.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x