Siang itu, perdabatan panas berlangsung antara para pemuda dengan Bung Karno dan Bung Hatta: Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu....
Lalu apa ? teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala dan membuat semua terkejut hingga tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Namun Bung Karno akhirnya kembali duduk, setelah suasana kembali tenang. Dengan suara rendah ia mulai berbicara: Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17”.
Soekarno pun menjelaskan mengapa justru diambil tanggal 17 setelah diberondong pertanyaan Sukarmi: Mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ? tanya Sukarni.
Di Sinilah Bung Karno menjawab mengapa memilih tanggal 17 Agustus untuk memproklamasikan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci.
Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat Legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Quran diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat. Oleh karena itu, kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia .
Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61). ***