Merawat Tunas Bangsa di Masa Krisis

- 29 September 2020, 11:24 WIB
Fadlullah Untirta edit
Fadlullah Untirta edit /

Ketika itu Negara mengumumkan bahwa setiap anak laki-laki yang terlahir di tanah Mesir harus dibunuh karena diprediksi akan mengancam kekuasaan raja Fir'aun. Dalam situasi krisis seperti itu lahirlah Nabi Musa. Allah pun berjanji merawat tunas itu sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an surat Al Qoshosh ayat 39 yang artinya: "Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku."

Setelah proses persalinan selesai, sang ibu diperintahkan untuk meletakkan bayi Musa di dalam peti dan menghanyutkannya di Sunga Nil. Peti itu pun bergerak menepi ke dalam istana. Dituliskan dalam Al Qur'an "Maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuh-Ku dan musuhnya.” Demikian lah Allah menyayangi bayi Musa dan siapapun yang melihat juga menyayanginya. Itulah sebabnya, tatkala Asiah, isteri Fir’aun melihat bayi itu dalam peti, langsung jatuh hati dan meminta Fir’aun jangan membunuhnya.

 

Tumbuh dengan Kasih Sayang

Keluarga istana mengambil bayi Musa sebagai anak angkat. Istana mencari ibu susuan untuk bayi Musa tapi tidak ada yang cocok. Bayi itu selalu menolak. Sampai kemudian kakak perempuan Musa bernama Maryam datang menawarkan ibunya untuk menyusui Musa dengan menerima upah. Tatkala dicoba, bayi Musa mau menyusu, keluarga istana sangat gembira. Akhirnya, ibu Musa mendapat dua keuntungan sekaligus, dapat menyusui anak kandung sendiri dan mendapat pula upah untuk pekerjaan yang disenangi tersebut. (Lihat Tafsir Ibn Katsir IX: 326)

Baca Juga : Pandemi Covid-19, Taman Baca Cerdas Lakukan Ini

Di mana Ibu Musa tinggal untuk menyusui Musa? Di istana atau dibawa pulang di rumah ibunya? Kalau kita menggunakan logika kekuasaan, tentu Asiah tidak akan mengizinkan bayi yang disayanginya itu dibawa ke rumah ibu susuannya. Menurut penuturan Ibn Abbas kepada Sa’id ibn Jabir, Ibu Musa tidak bersedia tinggal di istana karena dia tidak bisa meninggalkan rumah dan anak laki-lakinya (Harun) yang baru berumur satu tahun. Ibu Musa  meyakinkan isteri Fir’aun bahwa dia akan menyusui dan merawat bayi itu sebaik-baiknya sampai datang masa menyapihnya. Asiah pun setuju, karena tidak ada pilihan lain demi kesehatan bayi tersebut. Hari itu juga Ibu Musa berhasil membawa kembali bayinya ke rumah. Ia bekerja dari rumah. Merawat, mengasuh, dan mendidik anak menjadi tumbuh otonom dengan kasih sayang.

Setelah masa penyusuan selesai, sekitar usia dua tahun, Isteri Fir’aun minta kepada Ibu Musa untuk membawa kembali Musa ke istana. Dia perintahkan kepada para pegawai dan dayang-dayang istana untuk menyambut kedatangan Musa dengan segala penghormatan dan beragam hadiah. Asiah sangat bahagia menyambut kedatangan anak angkat yang sangat disayanginya tersebut. Musa dibawa oleh Asiah kehadapan Fir’aun di dalam kamar. Waktu itu Fir’aun lagi duduk-duduk santai di atas singgasana. Tiba-tiba Musa kecil menarik jenggot Fir’aun. Raja yang terkenal sangat zalim itu marah dan memanggil algojo untuk membunuh Musa kecil. Fir’aun menyatakan kepada isterinya, anak kecil inilah yang akan meruntuhkan kekuasaannya. Asiah segera mencegahnya dan menyatakan bahwa Musa hanyalah anak kecil yang belum tahu apa-apa. Kita bisa melakukan sesuatu untuk mengujinya.

Kepada Musa kecil ditawarkan dua bara api dan dua permata. Jika dia memilih dua permata, berarti dia sudah berakal dan silahkan dibunuh. Tapi apabila yang dipilihnya dua bara api dan memasukkan ke mulutnya, berarti dia belum tahu apa-apa, maka Musa harus dibebaskan dan dibiarkan hidup. Setelah ujian itu dilakukan, ternyata memang Musa memilih dua bara api, bukan permata. Maka selamatlah Musa dari kematian di tangan algojo Fir’aun.

Baca Juga : Perbaikan Peradaban Indonesia Menuju 2045

Demikianlah Musa tumbuh berkembang di istana Fir’aun di bawah pengawasan Allah. Musa tinggal di istana raja, diberi makan dan pakaian standar anak raja. Musa dibesarkan dan dididik di lingkungan Istana dengan berbagai kecakapan yang dibutuhkan sebagai kader pemimpin bangsa hingga usia remaja sekitar 18 tahun. Kemudian hijrah ke Madyan, negeri Nabi Syu'aib.

Mekar dan Layu di Masa Pandemi

Ketika Nabi Musa kecil  diuji dengan api dan permata. Ternyata Nabi Musa kecil sebagai manusia biasa memilih api yang memiliki warna mencolok dan tentu saja lebih menarik perhatian. Ketika anak membeli barang atau mainan, mereka lebih memperhatikan kemasan atau bungkus dari pada isi atau substansi. Pada masa Pandemi ini, ujian anak-anak kita adalah internet sebagai media belajar daring. Internet ibarat pisau bermata dua: bermanfaat sebagai media belajar sekaligus berpotensi menjadi candu jika pemanfaatannya tidak dalam pengawasan pendidikan.

Media berjaringan internet ibarat samudera yang banyak memberikan informasi dan ilmu pengetahuan. Tapi tidak jarang juga menenggelamkan akal dan akhlak mereka yang memuja kebebasan. Belajar daring mengantarkan anak masuk dan berselancar bebas di samudera dunia maya. Ibarat pasar swalayan, media internet menjajakan produk dengan imbalan tertentu. Ada yang mempromosikan pemikiran-pemikiran yang penuh kerancuan. Ada pula yang sekedar mencari sensasi dan popularitas. Di antara mereka ada pula yang menginginkan kerusakan akhlak sebagai bayaran atas jualannya.

Baca Juga : Akademisi : Cegah Potensi Kekerasan di Pembelajaran Daring

Ancaman belajar daring tanpa pengawasan pendidikan adalah kemungkinan anak membuka suatu link atau situs yang isinya  jebakan dan perangkap yang merusak. Anak terseret arus media sosial yang merangsang anak cepat mekar terkait dengan games, musik, film, novel, dan buku. Media telah memekarkan bahasa, cara berpikir dan bertindak anak lebih cepat layaknya orang dewasa. Media merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. Berpakaian, berpenampilan, dan bertingkah laku sebagai layaknya orang dewasa.

 

Penutup

Tantangan belajar daring bagi anak usia dini dan kelas awal Sekolah Dasar adalah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Namun, tidak jarang mereka tercerabut dari masa kanak-kanaknya. Kecenderungan ini dikhawatirkan mengarah pada "Erly ripe, early rot!" Anak tumbuh menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan. Oleh karena itu, maka belajar dari rumah dengan media dalam jaringan (daring) harus dilakukan secara bijaksana atas dasar kasih sayang. Pendidikan karakter dan kecakapan hidup harus menjadi prioritas. Sedangkan pendidikan kognitif perlu menekankan pada kemampuan memilih sesuai arahan: apa manfaatnya bagiku! Dengan demikian, anak anak tidak terseret arus dunia Maya dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Wallahu a'lam. (Fadlullah, Kepala Laboratorium PAUD FKIP Untirta).***

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x