Penelusuran Jejak Jalur Rempah, Prasasti Batu Tulis Cidanghyiang Munjul Peninggalan Tarumanagara

29 September 2023, 16:34 WIB
Penelusuran Jejak Jalur Rempah, Prasasti Batu Tulis Cidanghyiang Munjul Peninggalan Tarumanagara /Tangkapan layar YouTube /Guide Kasarung

KABAR BANTEN - Batu tulis Cidanghyiang Munjul merupakan salah satu peninggalan sejarah yang penting untuk dijadikan sebagai penelitian jejak masa lampau.

Penelusuran jalur rempah ini untuk menggali kemungkinan menghidupkan jalur rempah yang dulu pernah berjaya di Banten khususnya kabupaten Pandeglang.

Baca Juga: Resep Nasi Bakar Sumsum, Kuliner Legendaris Khas Banten yang Memiliki Rasa Otentik

Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Guide Kasarung, berikut jejak jalur rempah Prasasti batu tulis Cidanghyiang Munjul.

Berawal dari penelusuran di jembatan Cidanghyiang yang terdapat sungai di bagian hulunya terdapat salah satu peninggalan bersejarah yaitu prasasti batu tulis Cidanghyiang, Munjul yang terletak di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Perjalanan menuju ke batu tulis Cidanghyiang Munjul menggunakan kendaraan roda empat menuju ke Desa Lebak, dengan kondisi jalan yang agak sempit dan kurang bagus, harus berhati-hati untuk menuju ke lokasi prasasti.

Prasasti Munjul terletak di aliran Sungai Cidanghyang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten tepatnya pada 105°52’54.0” BT dan 06°38’19.2” LS.

Karena ditemukan di daerah Munjul, maka prasasti ini dinamakan Prasasti Munjul. Prasasti ini dilaporkan pertama kali tahun 1947 oleh Toebagoes Roesjan Kepala Dinas Purbakala.

Prasasti Munjul berhuruf Palawa dan berbahasa Sanskerta, dipahat pada batu andesit yang berukuran panjang 3,2 m dan lebar 2,25 m. Prasasti Munjul ditulis menggunakan teknik pahat dengan kedalaman gores kurang dari 0,5 cm, sehingga antara permukaan batu asli dengan tulisan hampir sama.

Pada tahun 1954, J.G. de Casparis dan Boechari melakukan alih aksara dan alih bahasa Prasasti Munjul.

Prasasti ini terdiri atas dua baris kalimat yang merupakan seloka dan metrum anustubh, berbunyi sebagai berikut:

“vikranto ‘yam vanipateh prabhuh satyapara (k) ra (mah) narendraddvajabhutena srimatah purnnavarmmanah“

Artinya:

“Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”

Dari hasil pembacaan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa daerah Banten pernah masuk dalam wilayah kekuasaan Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanagara yang berlatar belakang agama Hindu Wisnu.

Wilayah Kerajaan Tarumanagara mencakup seluruh dataran rendah dari muara Sungai Citarum sampai ke Selat Sunda.

Nilai penting inilah salah satu yang melatarbelakangi tinggalan ini diresmikan sebagai Cagar Budaya peringkat nasional dengan SK. Mendikbud RI No. 204/M/2016, tanggal 26 Agustus 2016.

Sekitar abad ke-7, Kerajaan Tarumanagara berakhir dan sesudah itu tidak ada bukti atau berita yang menyatakan kerajaan tersebut masih ada.

Kondisi Prasasti Munjul cukup terawat tetapi terancam karena terletak di aliran sungai. Saat debit air Sungai Cidanghyang tinggi, prasasti ini terendam air.

Berdasarkan data dari Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang, BPCB Banten, kondisi saat ini, batu Prasasti Munjul telah dilindungi bangunan cungkup terbuka, tanpa dinding.

Situs batu tulis Munjul

Prasasti batu tulis Cidanghyiang yang terletak di Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, melalui perjalanan yang lumayan melelahkan.

Dengan ditemukannya prasasti ini dapat diketahui bahwa daerah Banten merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang bernama Purnawarman.

Selain Prasasti Cidanghyiang sendiri yang berada di Munjul, Kerajaan Tarumanagara juga membuat sekitar enam prasasti lain.

Diantaranya ada Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten di Kabupaten Bogor. Yang diperkirakan dalam masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara.

Kerajaan ini sendiri berakhir pada abad sekitar abad ke-7 Masehi. Setelah itu bermunculan daerah yang berkembang, salah satunya Teluklada dan Panimbang.

Teluklada dan Panimbang sebenarnya sudah ada dalam peta sejak tahun 1771 oleh orang Eropa, dan nama Panimbang sendiri berasal dari kata timbang, tempat penimbangan.

Apakah ada kaitannya dengan pelabuhan yang ada di pesisir Barat Pulau Jawa, khususnya di Selat Sunda tempat sebagai berkumpulnya semua komoditas yang ada di pedalaman, khususnya pedalaman Banten.

Dalam beberapa penelitian, diasumsikan bahwa Purnawarman meletakkan legitimasinya di pedalaman Banten, karena ada sesuatu yang penting untuk Purnawarman memperlebar daerah kekuasaannya.

Dan setiap penguasa untuk melebarkan daerah kekuasaannya pasti ada tujuannya, ada sesuatu yang ingin mereka kuasai dan tidak sembarangan.

Teluklada sebagai daerah pesisir melewati jalur-jalur laut yang menggunakan kapal membawa hasil produksi lada yang sangat besar, mungkin hasil bumi yang lain juga.

Akan tetapi hasil ladang yang dikumpulkan dari pedalaman Banten kemungkinan dibawa ke Teluklada.

Dan memang ada beberapa dugaan tinggalan arkeologis lain yang diduga adalah benda cagar budaya. Salah satunya adalah Batu Kopi.

Batu Kopi bentuknya adalah batu yang berlubang yang ada di sungai dan di sekitar sungai ini banyak terdapat batuan-batuan yang berlubang. Ada juga sebagian yang mirip batu dakon atau batu lumpang.

Baca Juga: PUB Inisiasi Perda Lembaga Adat Banten, Bantenologi Serukan Keterlibatan Seluruh Masyarakat Adat

Itulah sejarah menelusuri jejak rempah yang ada di Banten, dengan ditemukannya prasasti batu tulis Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Guide Kasarung

Tags

Terkini

Terpopuler