Dampak La Nina, Kampung Nelayan Terakhir di Kota Cilegon Ini Diselamatkan Muntahan Erupsi Gunung Anak Krakatau

- 9 Februari 2021, 06:26 WIB
Kardi, salah satu nelayan Tanjung Peni, saat mengumpulkan batu apung muntahan Gunung Anak Krakatau yang berserakan di bibir pantai, Senin 8 Agustus 2021.
Kardi, salah satu nelayan Tanjung Peni, saat mengumpulkan batu apung muntahan Gunung Anak Krakatau yang berserakan di bibir pantai, Senin 8 Agustus 2021. /Kabar Banten/Sigit Angki Nugraha/

KABAR BANTEN - Kuasa Allah SWT memang tiada batas. Melalui erupsi Gunung Anak Krakatau, para warga di kampung nelayan Tanjung Peni Kelurahan Warnasari Kecamatan Citangkil Kota Cilegon terhindar dari ancaman kelaparan selama beberapa bulan terakhir.

Usai berbulan-bulan mengalami paceklik karena cuaca buruk, para nelayan ini betul-betul kesulitan untuk menjalani hidup. Namun dengan kuasa Allah, para nelayan bisa mencari nafkah melalui muntahan erupsi Gunung Anak Krakatau.

Para nelayan yang kesulitan mencari ikan, kini beralih profesi sebagai pengumpul batu apung Gunung Anak Krakatau.

Baca Juga : Hujan Deras dan Angin Kencang Landa Kota Cilegon, Atap Rumah Warga Terbang

Untuk diketahui, Kampung Nelayan Tanjung Peni, di Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil, merupakan kampung nelayan terakhir di Kota Cilegon.

Keberadaan kampung nelayan ini pun terancam hilang. Nasib mereka tergantung pada itikad baik PT Chandra Asri, setelah perusahaan petrochemical ini membeli lahan Tanjung Peni dari perusahaan kebanggaan bangsa di Kota Cilegon, PT Krakatau Steel (KS).

Tidak hanya pada persoalan lahan, nasib para nelayan pun beberapa bulan terakhir tengah terpuruk. Cuaca buruk akibat dampak La Nina, membuat para nelayan tidak bisa melaut.

Baca Juga : Ditemukan!Perbukitan Vulkanik Hingga Gunung Api Purba, Peneliti Unsri juga Ungkap Jejak Tsunami di Lokasi Ini

Puluhan kepala keluarga di kampung ini pun terancam bencana kelaparan. Terlebih pemerintah setempat telah lama tidak menengok mereka, apalagi menyalurkan bantuan sembako.

Namun Allah berkata lain, Yang Maha Kuasa menurunkan rizki kepada nelayan dalam bentuk lain.

"Sekarang pekerjaan kami setiap hari mengumpulkan batu apung yang berserakan di bibir pantai. Batu-batuan ini berasal dari GAK, hanyut dibawa arus laut selama cuaca buruk melanda lautan," kata Kardi, salah satu nelayan di kampung tersebut, Senin 8 Februari 2021.

Baca Juga : Kabupaten Lebak Sering Diguncang Gempa, Minta Dipasang Pendeteksi Tsunami, Warga Bayah: Ngeri Kalau Dibayangin

Untuk diketahui, batu apung adalah batuan beku yang dihasilkan dari lava vulkanik atau magma. Ketika magma terlempar ke laut, terjadi proses alami yang memunculkan batu apung.

Batu apung sendiri banyak dicari oleh pengusaha aquarium. Dimana batu tersebut dapat berfungsi sebagai penyaring air.

Menurut Kardi, nelayan pertama yang mengumpulkan batu apung adalah Rully. Katanya, Rully tahu pasaran untuk menjual batu apung.

"Rully tahu kalau ada yang mau menampung batu apung. Karena itulah nelayan lain, termasuk saya, ikutan mengumpulkan batu apung," ujarnya.

Baca Juga : Menilik Surga di Ujung Banten, Pulau Cantik Ini Wajib Kamu Kunjungi

Menurut Kardi, satu kilogram batu apung dijual seharga Rp1000. Katanya, setiap bulan dia bisa menerima uang Rp400 ribu dari hasil menjual batu apung.

"Kami kumpulkan selama 1 bulan, itu bisa dapat kira-kira 400 kilogram. Lumayan untuk kebutuhan sehari-hari. Kami tidak bisa mengandalkan pemerintah, sudah lama kami tidak mendapat perhatian," tuturnya.

Sementara itu, Rully kepada wartawan mengatakan, mendapat pasar batu apung dari internet. Lantaran ada yang mau membeli batu tersebut, ia mulai mengumpulkan batu apung.

Baca Juga : Arsip Lama Tsunami Lebak Selatan Dibuka LIPI, Gugus Mitigasi : Bukan Menakut-nakuti Tapi Waspada

"Lihat-lihat di internet, ada yang mencari batu apung. Kebetulan si pinggir pantai banyak batu apung, akhirnya saya mulai mengumpulkan. Hasilnya lumayan," ucapnya.

Ketika nelayan-nelayan lain ikut mengumpulkan batu apung, Rully akhirnya menjadi pengepul batu aoung di Kampung Nelayan Tanjung Peni.

Katanya, ia membeli batu apung dari nelayan dengan harga Rp1000 per kilogram, sementara ia menjua kembali dengan harga Rp2000 per kilogram.

"Alhamdulillah, untung saya bisa sampai Rp1 jutaan," katanya.***

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x