Menara Masjid Agung Cilegon Dirobohkan VOC, Picu Amarah Ki Wasyid Hingga Terjadilah Peristiwa Bersejarah Ini

- 24 September 2023, 10:56 WIB
Suasana Masjid Agung Cilegon di masa penjajahan Belanda atau VOC
Suasana Masjid Agung Cilegon di masa penjajahan Belanda atau VOC /Tangkapan Layar/Instagram @infoseputarcilegon

 

KABAR BANTEN – Masjid Agung Cilegon merupakan salah satu saksi bisu atas kekejian Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC.

 

 

Dimana saat itu dengan teganya VOC merobohkan menara Masjid Agung Cilegon yang memicu emosi rakyat saat itu.

VOC merobohkan menara Masjid Agung Cilegon pun picu amarah Ki Wasyid hingga terjadi peristiwa bersejarah yang dikenang sepanjang masa.

Untuk diketahui, Masjid Agung Cilegon kini bernama Masjid Nurul Ikhlas, lokasinya di Temu Putih, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Banten.

Masjid Agung Cilegon adalah sebuah masjid bersejarah, dibangun pada tahun 1596 tepatnya pada masa penjajahan Belanda dan masjid ini setidaknya sudah direnovasi sebanyak tiga kali.

Masjid ini memiliki tiga lantai yaitu lantai basemen seluas 1.175 m², lantai dasar seluas 1.372 m² dan lantai satu 1.073 m².

Di lantai basemen, di sana terdapat tempat wudu dan toilet, lantai dasar digunakan sebagai ruang salat utama.

Sementara lantai satu digunakan untuk ruang salat wanita atau tambahan ketika salat Jumat atau salat Idulfitri dilaksanakan.

Nah, di zaman penjajahan, Masjid Agung Cilegon turut mengobarkan api semangat para pejuang kemerdekaan.

Mengutip dari p2k.stekom.ac.id, wilayah Cilegon di tahun 1800-an tengah mengalami bencana beruntun.

 

 

Kondisi masyarakat menjadi buruk setelah terjadinya letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 23 Agustus 1883.

Letusan tersebut menyebabkan gelombang laut yang meluluhlantakkan Anyer, Caringin, Sirih, Pasuruan, Tajur, dan Carita.

Selain itu, ada bencana kelaparan, penyakit pes, dan penyakit hewan ternak, fenomena tersebut berlangsung selama 5 tahun.

Selain kondisi tersebut kesewenang-wenangan para pejabat pemerintah kolonial membuat rakyat semakin menderita.

Saat itu para pejabat VOC melakukan serentetan penghinaan terhadap aktivitas keagamaan Islam.

Para pejabat pemerintah kolonial di Cilegon kala itu mengeluarkan surat edaran kepada bawahannya untuk melarang pembacaan shalawat Nabi dan doa-doa lainnya dengan suara keras di masjid.

Pemerintah Kolonial Belanda juga mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan masyarakat membunuh kerbau karena takut tertular penyakit.

Paling parah, pemerintah kolonial juga menghancurkan menara Masjid Agung Cilegon dengan alasan telah terlalu tua.

Hal-hal yang dianggap sebagai penghinaan ini dijawab oleh rakyat banyak dalam bentuk pemberontakan yang bertujuan lebih luas lagi, yaitu mengenyahkan kekuasaan Belanda dari daerah itu.

Pemberontakan tersebut secara resmi disebut sebagai Pemberontakan Petani Banten 1888, namun perisitiwa tersebut lebih dikenal dengan Geger Cilegon 1888.***

  

Editor: Sigit Angki Nugraha

Sumber: p2k.stekom.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah