Saatnya Kampanye Virtual

- 6 Oktober 2020, 20:52 WIB
Masudi SR, Anggota KPU Banten
Masudi SR, Anggota KPU Banten /

Tahapan kampanye  adalah satu dari banyak tahapan dalam pilkada yang rawan terjadi pelanggaran. Terbatasnya waktu interaksi politik antara kontestan dengan konstituen telah memicu aktivitas politik berlangsung dengan intensitas tinggi. Narasi politik sebagai pengejawantahan dari visi, misi, dan program yang digunakan bernada pragmatis. Terkadang disertai intimidasi, agitasi, dan provokasi.

Seluruh potensi kemenangan dikonsentrasikan dalam periode waktu yang singkat itu. Segala janji politik diucapkan. Kegiatan pertemuan lewat tatap muda dan dunia maya juga dilakukan. Termasuk pemasangan beragam atribut kampanye di ruang publik, entah itu di lokasi yang telah ditentukan atau di tempat terlarang. Semua itu demi memengaruhi opini pemilih dan mendapatkan dukungan suara terbanyak dihari pemilihan.

Karena itu tidak perlu heran, jika kampanye dalam rentang waktu pendek tersebut menguras pundi-pundi kontestan. Menurut Firmanzah dalam bukunya Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas (2008) itu  terjadi, karena “para kandidat hanya melihat bahwa aktivitas politik adalah aktivitas untuk membuat pemilih mencoblos”.  

Baca Juga : Partisipasi di Saat Pandemi

Semua usaha pendanaan, perhatian, dan energi dipusatkan untuk memengaruhi dan memobilisasi pemilih menjelang pemilu. setelah pemiliha usai, aktivitas politik dilupakan. Situasi ini  sering digambarkan sebagai eksploitasi suara pemilih. Mereka hanya didatangi menjelang pemiliha. Setelahnya dilupakan. 

Dalam kerangka waktu dan pemaknaan pragmatis terhadap kampanye itulah, pelanggaran muncul. Indeks Kerawan Pemilu yang sering dirilis badan pengawas pemilihan mengkonfirmasi hal tersebut. Mulai pelanggaran yang sifatnya administrasi, pidana, sampai etik. Dari yang tidak disengaja sampai dengan direncanakan. Sejak dari yang kecil, remeh-temeh sampai pelanggaran serius. 

Sebab lain yang mendorong terjadinya beragam jenis, pola dan intensitas pelanggaran kampanye, adalah celah hukum yang ada dihampir semua regulasi tidak hanya yang berkaitan langsung dengan pemilu atau pilkada, tetapi juga regulasi secara umum. Termasuk pengaturan pelaksanaan tahapan kampanye pilkada di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga : Aliansi Mahasiswa Sebut 80 Persen ASN Tak Netral

Sekomprehensif apapun peraturan perundangan disusun, residu ini selalu ada. Bahkan semakin rigit sebuah aturan,  semakin banyak celah yang tampak, dan semakin canggih modus operandi yang dilakukan. Sekaitan dengan kecanggihan dan kreatifitas kejahatan, para pelakunya selalu beberapa langkah lebih maju dari undang-undang yang baru dikeluarkan. 

Penegakan Hukum

Di tengah ketidaksempurnaan regulasi itu diperlukan penegakan hukum yang konsisten dan adil dari para penegak hukum. Lewat cara ini pasal-pasal yang tertulis itu menjadi hidup, hadir, dan dirasakan kemanfaatnya oleh masyarakat. Inilah derivasi yang konkrit dari apa yang disebut Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat} bukan berdasar atas kekuasaan semata (maachsstaat).

Penegakan hukum menjadi hal yang paling elementer yang dibutuhkan masyarakat selama pelaksanaan tahapan kampanye pilkada.  Karena pelangaran yang akan terjadi bukan lagi hanya politik uang, barang, jasa, netralitas ASN, intimidasi, kampanye hitam, dan hoaks. Tetapi sudah bertambah satu jenis lagi yakni pelanggaran protokol kesehatan.

Baca Juga : Paslon Pilkada 2020 Langgar Protokol Kesehatan Covid-19, WH : Pidanakan!

Pelanggaran jenis yang terakhir ini, dampaknya lebih dahsyat. Karena ia bukan sekadar merobek prinsip berpemilihan yang demokratis, tetapi juga merenggut nyawa manusia. Bukan hanya satu nyawa, bahkan bisa berpuluh dan ratusan nyawa. Ketaatan melaksanakan protokol kesehatan menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar, jika ingin terhindar dan selamat dari serangan pagebluk tersebut. Dan para kandidat kepala daerah, berada di garda terdepan memberikan teladan kepada masyarakat pemilih. 

Dalam sebuah Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda), Gubernur Banten, Wahidin Halim meminta aparat kepolisian menindak dengan tegas jika ada calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan dengan menjadikannya tersangka dan terdakwa. “Saya minta ke kepolisian Banten untuk menindak kandidat yang melanggar protokol. Jika perlu, jadikan saja sebagai terdakwa, seperti salah satu politisi di Kota Tegal” (Kabar Banten, 01/10/2020)

Harian Kompas melaporkan terjadi peningatan jumlah  pelanggaran protokol kesehatan sampai hari kelima masa kampanye. Jika pada hari pertama dan kedua pelanggaran ada di 19 daerah, sampai akhir September bertambah hampir dua kali lipat, menjadi 34 daerah dari 177 daerah (Kompas, 01/10/2020). Angka ini sangat bisa bertambah karena tahapan kampanye masih berlangsung sampai lima Desember nanti.

Kampanye Virtual

Karena itu, suka tidak suka, kampanye jangka pendek ini harus dilakukan diluar cara-cara yang selama ini lajim dilaksanakan. Kreatifitas calon kepala daerah dan tim pendukung menjadi kuncinya. Perlu pikiran dan tindakan politik cerdas memanfaatkan teknologi informasi dengan berbagai flatform digital yang tersedia. Tegur-sapa, jumpa konstituen, menyebarkan ide, gagasan, dan semua yang berkaitan dengan calon di dunia maya lewat kemasan yang menarik, adalah pilihan yang tidak bisa lagi dhindarkan.

Baca Juga : KPAI Minta Jangan Libatkan Anak-anak dalam Kampanye

Kehadiran internet, ujar Firmanzah, bukan lagi berpeluang merevolusi sistem, struktur dan proses demokrasi yang selama ini ada. Internet juga “telah merevolusi cara berinteraksi dan berpolitik”. Membangun citra diri dan memasarkannya kepada masyarakat tidak lagi dilakukan lewat pertemuan massa dari satu titik ke titik lain. Lewat jaringan internet dengan semua aplikasi yang tersedia, upaya tersebut bisa ditempuh.

Pilkada yang digelar di tengah Covid-19 yang masih mengganas ini, salah satunya dilakukan dengan mamanfaatkan secara maksimal teknologi informasi. Meski banyak tantangan yang akan muncul, tetapi cara ini menjadi pilihan paling realistis saat sekarang. Semua pihak harus secara kaffah masuk dan menggunakan media dalam jaringan ketika melakukan ativitas politik yang sangat kompetitif ini.

Kampanye virtual dengan sendirinya harus dipilih untuk menggantikan cara konvensional, menghimpun orang, guna menyampaikan janji politik. Pilihan ini meski terasa berat dijalani, namun sejatinya harus dilakukan. Berat, karena ini cara baru mendekati dan meyakinkan pemilih terhadap pilihan politik yang tepat buat mereka. Dan belum semua daerah tersedia infrastruktur teknologi informasi yang memadai. 

Memang, pilkada saat ini masih memberikan ruang kepada para calon kepala daerah melakukan tatap muka secara langsung dengan pemilih, dalam jumlah yang terbatas dan protokol kesehatan yang ketat. Tetapi kegiatan ini hendaknya bukan pilihan utama. Karena terlalu besar resiko kesehatan dan keselamatan yang ditanggung masyarakat ketika penyebaran virus masih begitu masif. Karena haruslah diakui, kesadaran dan kedisiplinan sebagian masyarakat akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi masih belum terlalu tinggi. (Masudi SR, Anggota KPU Provinsi Banten 2018-2023).***

 

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x