Gunakan Bambu Telanjang, Penahan Abrasi tak Sesuai Spesifikasi

- 31 Oktober 2017, 22:30 WIB
bambu penahan abrasi
bambu penahan abrasi

SERANG, (KB).- Sejumlah masyarakat Desa Domas, Kecamatan Pontang mempertanyakan pemasangan penahan ombak (breakwater) di wilayahnya. Sebab, material yang digunakan tersebut dinilai tidak efektif, karena hanya menggunakan bambu telanjang. Kepala Desa Domas, Dendi Kurnia Ardiansyah mengatakan, pihaknya sudah sempat mendapatkan sosialiasi dari pemerintah kabupaten dan juga provinsi terkait penanggulangan abrasi di wilayahnya. Pada saat sosialiasi, gambar yang disampaikan kepada masyarakat untuk menahan ombak tampak cukup menarik dan perlu dicoba. "Tapi, kami kemarin sudah survey terus semestinya bukan bambu, tapi kayu, jadi salah spek bisa jadi temuan nanti," katanya kepada Kabar Banten, Senin (30/10/2017). Ia menuturkan, jika tidak menggunakan kayu, maka bambu tersebut seharusnya dibungkus dengan paralon atau tidak hanya menggunakan bambu telanjang. Sebab, jika hanya dengan bambu, maka kekuatannya tidak akan lama. "Harus dibungkus dan di dalamnya bambu di luarnya paralon, tapi faktanya sekarang masyarakat mempertanyakan speknya yang tidak sesuai dengan yang disosialisasikan di UPT perikanan," ujarnya. Oleh akrena itu, masyarakat sekitar sempat menanyakannya kepada dia dan meminta penjelasan terkait penggunaan bambu tersebut. Menyikapi hal tersebut, dia menyampaikan akan menemui pelaksananya. Namun, sampai saat ini, pelaksana tersebut belum juga bisa ditemui. "Jadi, belum koordinasi dengan desa, belum pernah ketemu, informasi yang saya terima ternyata betul, bahwa hanya bambu telanjang yang dicat. Jadi, kekuatannya kalau yang namanya bambu telanjang kan bagaimana sih. Jadi, kurang efektif kalau seperti itu menurut saya," ucapnya. Menurut dia, penahan ombak yang dibangun tersebut harusnya dibuat sesuai harapan, agar bisa bermanfaat dan bertahan lama. "Jangan sampai pagi dibangun, namun sore sudah rusak lagi. Tapi, pelaksananya susah ditemui, dia dari Jakarta, artinya dikontrakwilayahkan," tuturnya. Ia menjelaskan, pembangunan penahan ombak tersebut merupakan program lanjutan pengunci ombak yang dibuat dengan menggunakan batu dan sampai ke desanya. Namun, karena belum sempat bertemu kontraktornya, dia belum tahu berapa kilometer daerah yang akan dipasang penahan ombak tersebut dan seperti apa spesifikasinya. "Tapi, kenyataaanya seperti itu yang terpasang dan tidak sesuai dengan yang di sampaikan di UPT perikanan. Nanti bisa jadi temuan atas dasar pengaduan masyarakat," katanya. Menyikapi kondisi tersebut, dia berharap, pemerintah baik itu kabupaten bisa saling koordinasi. Meskipun kewenangan kelautan saat ini sudah dialihkan ke provinsi, namun pemprov juga tetap harus sowan ke kabupaten, agar tidak ada miskomunikasi. Untuk menindaklanjuti persoalan tersebut, dia juga sudah menyampaikan surat ke provinsi. Melalui surat, pihaknya berniat untuk melakukan audiensi dan meminta waktu terkait kapan dan bagaimana kelanjutannya.  "Saya ingin (audiensi), saya sudah melayangkan surat ke provinsi, supaya minta waktu, kalau datang langsung kan gak enak. Jadi, minta kapan dan bagaimana supaya bisa ditindaklanjuti," tuturnya. Ia menuturkan, kerusakan yang terjadi akibat abrasi tersebut sudah mencapai 300 hektar tambak ikan. Kondisi tersebut tentu saja membuat masyarakat sekitar menjadi amat terganggu. Sebab, Domas secara umum bergantung pada perikanan. (DN)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah