Mendengar hal itu, maka kemudian cicit Nabi Muhammad berkata kepada si miskin, bahwa dirinya adalah orang yang paling kaya.
Karena, kecintaannya yang tulus kepada Nabi Muhammad yang ada sebagai karunia dalam dirinya yang telah hargai melebihi dunia dengan seisinya.
Baca Juga: Weton Jumat Pon: Puncak Kejayaan, Hari Naas dan Hari Keberuntungan Menurut Primbon Jawa
Mendengar hal itu, si miskin pun menyadari menangis dan memeluk cicit Nabi dan pulang dengan hati gembira serta perasaan yang sangat beruntung dan si miskin merasa sejak itu dia adalah orang yang paling kaya.
Dari kisah si kaya dan si miskin itu lah, kata Habib Ja'far bahwa kaya tidak melihat dari jumlah harta namun kekayaan utama adalah kemampuan hati untuk memaafkan, mencintai Nabi, dan dekat kepada Allah sehingga ia tidak akan pernah merasakan kesedihan dan ketakutan dalam hidupnya.
"Islam mendidik menjadi seorang yang kaya dengan kesadaran bahwa kekayaan utama adalah kedekatan kepada Nabi Muhammad dan Allah sehingga kekayaan materi yang dimiliki akan diupayakan untuk jembatan mendekatkan diri kepada Allah dan Nabi Muhammad," ujar Habib Ja'far.***