Uni Eropa Batalkan Penyelidikan Antisubsidi, Industri Baja Didorong Tingkatkan Ekspor Produk HRSS

17 November 2020, 18:27 WIB
baja KS /

 

KABAR BANTEN - Industri Baja di Indonesia didorong untuk terus meningkatkan ekspor produk baja yang dihasilkan dari penggilingan baja nirkarat dalam keadaan panas atau Hot Rolled Stainless Steel (HRSS) ke Uni Eropa.

Hal itu setelah Pemerintah Uni Eropa resmi menghentikan penyelidikan antisubsidi terhadap produk Hot Rolled Stainless Steel (HRSS) Indonesia.  

“Kami akan mendorong industri di Indonesia untuk memanfaatkan pembatalan ini dengan cara meningkatkan kinerja ekspor produk Hot Rolled Stainless Steel (HRSS) ke Uni Eropa serta secara proaktif menjaga akses ekspornya,” ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, dalam siaran pers Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa, 17 November 2020.

Ia mengatakan, keputusan Pemerintah Uni Eropa menghentikan penyelidikan antisubsidi terhadap produk HRSS Indonesia ditetapkan pada 6 November 2020 dan diumumkan secara resmi di situs web Pemerintah Uni Eropa pada 9 November 2020, setelah Asosiasi Industri Baja Uni Eropa (EUROFER) mencabut permohonannya pada 18 September 2020 lalu.

“Indonesia menyambut baik keputusan Uni Eropa untuk membatalkan penyelidikan antisunsidi terhadap produk HRSS Indonesia karena dari awal kami meyakini bahwa produk Indonesia selalu bersaing secara adil di pasar Eropa,” ujar Mendag.

Baca Juga : Paritrana Award, BP Jamsostek Imbau Pemda Dukung Implementasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Tren peningkatan ekspor produk HRSS Indonesia, kata Mendag, tidak hanya terjadi ke Uni Eropa, melainkan juga ke seluruh penjuru dunia.

Menurut data Badan Pusat Statistik, ekspor produk HRSS Indonesia ke seluruh dunia pada 2019 mencapai USD 2,6 miliar. Sebelumnya pada 2018 dan 2017 ekspor ke seluruh dunia hanya mencatatkan nilai masing-masing sebesar USD 2 miliar dan USD 483 juta.

“Peningkatan ekspor produk HRSS ini sekaligus menunjukkan potensi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama HRSS di dunia saat ini dan Indonesia tumbuh menjadi salah satu pemain utama dunia karena tingginya nilai kompetitif produk, baik dari segi kualitas maupun harga,” ujar Agus Suparmanto.

Ekspor produk HRSS Indonesia ke Uni Eropa dimulai pada 2018 dengan nilai USD 99,3 juta. Pada 2019, nilai ekspornya meningkat menjadi USD 100,5 juta. Kemudian, pada Oktober 2019, Pemerintah Uni Eropa secara resmi memulai penyelidikan antisubsidi terhadap produk HRSS asal Indonesia berdasarkan permohonan EUROFER.

Uni Eropa menuduh Pemerintah Indonesia memberikan insentif atau bantuan finansial bagi produsen melalui serangkaian kebijakan larangan atau pembatasan ekspor bahan baku mineral, yaitu bijih nikel, batu bara, dan scrap logam, sehingga menekan harga bahan baku tersebut di Indonesia.

Uni Eropa juga menduga adanya dukungan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) terhadap pembangunan kawasan industri di Morowali serta industri mineral dan logam di lokasi tersebut melalui kerja sama ekonomi bilateral Indonesia-RRT.

Baca Juga : Perlindungan Konsumen di Ranah Digital, Belanja Daring Diawasi Kemendag

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi menegaskan, Kemendag telah membantah tuduhan Uni Eropa tersebut.

“Kami menilai semua tuduhan Uni Eropa tidak berdasar sejak awal penyelidikan. Kemendag didukung kementerian dan lembaga terkait melakukan pembelaan terhadap kebijakan yang diklaim Uni Eropa sebagai subsidi,” ujar Didi.

Uni Eropa, kata dia, menganggap kebijakan RI melarang ekspor bijih nikel kadar 1,7 persen ke atas menguntungkan industri stainless steel Indonesia yang mempergunakannya sebagai bahan baku. Menurut dia, ketentuan tersebut tidak secara khusus diarahkan untuk menguntungkan industri stainless steel.

“Ketentuan tersebut secara jelas dimaksudkan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan mengingat sifat bahan bakunya yang tidak dapat diperbaharui, dan untuk mendorong pertumbuhan investasi industri yang bernilai tambah di Indonesia,” ujar Didi.

Baca Juga : Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Peluang Besar Bagi UMKM

Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati menyatakan, Pemerintah Indonesia secara aktif memanfaatkan semua kesempatan yang ada untuk menyampaikan pembelaan.

“Kami menyampaikan klarifikasi secara tertulis kepada Uni Eropa atas kebijakan Pemerintah Indonesia yang dituduh sebagai subsidi, secara langsung dalam konsultasi dengan Pemerintah Uni Eropa di Brussels, serta secara daring dari Jakarta dalam kesempatan verifikasi,” ujar Pradnyawati.

Upaya ini, kata dia, berbuah hasil yang terbaik yaitu penghentian penyelidikan.

“Kami terus menekan Pemerintah Uni Eropa agar segera membatalkan penyelidikan. Tanpa diduga, pembatalan penyelidikan justru datang dari pihak EUROFER yang menarik sendiri petisi mereka,” ujarnya.

“Kami sangat yakin, baik EUROFER maupun Uni Eropa tidak menemukan unsur subsidi pada keseluruhan klaim mereka hingga akhirnya EUROFER menarik tuduhan tersebut,” sambung Pradnyawati.***

Editor: Kasiridho

Sumber: kemendag.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler