Soal UU Ciptaker, Yusuf Wibisono: Perlu Diperkaya Kajian Objektif

- 9 April 2020, 14:45 WIB
M Yusuf Wibisono, akademisi UIN Sunan Gunung Djati
M Yusuf Wibisono, akademisi UIN Sunan Gunung Djati

Ia menyatakan, dalam salah satu kajiannya bersama kolega akademisi lain, RUU Ciptaker akan merevisi 51 pasal dari UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan outlook perekonomian 2020 yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, isu ketenagakerjaan menjadi salah satu tantangan internal atas perekonomian Indonesia pada tahun depan.

“Sampai di sini, kita memahami pentingnya perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Itu jelas kepentingan bersama. Masuk akal juga misalnya, kalau pemerintah bilang pokok-pokok regulasi ketenagakerjaan perlu disusun ulang, agar sistem ketenagakerjaan yang lebih fleskibel dan kondusif terhadap iklim investasi serta iklim usaha,” tutur Yusuf.

Logikanya, kata Yusuf, kalau iklim investasi baik, maka industri dan dunia usaha umumnya diharapkan membaik. Banyak tenaga kerja terserap dan inilah yang dibutuhkan saat ini.

“Terlebih karena pandemik Corona. Banyak industri terpukul, terancam gulung tikar dan PHK mulai terjadi. Sudah puluhan, bahkan ratusan ribu loh, yang kena PHK. Orang butuh kerja, kan harus ada yang dikerjakan. Mempersoalkan hak-hak pekerja itu penting, tapi kita mau bicara apa kalau tidak ada lapangan kerja?,” ujarnya.

Lazimnya, kata dia, meningkatnya angka pengangguran hanya dapat diatasi dengan cara menyediakan lapangan kerja. Sedangkan lapangan kerja akan terbuka apabila ada kegiatan investasi yang kondusif, terutama pada sektor riil yang menghasilkan barang dan jasa.

Menurut peneliti dan pemerhati masalah sosial politik ini, hal tersebut perlu menjadi perhatian karena tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi.

“Pengangguran ini kalau merujuk data BPS jumlahnya mencapai 7 juta lebih. Kalau sekarang ditambah PHK karena dampak pandemi Corona, silakan saja cek lagi. Pasti tambah banyak kan? Belum lagi kalau kita hitung yang setengah pengangguran ada 8 jutaan, ditambah pekerja paruh waktu 28,41 juta, wah situasinya buruk. Jadi harus ada upaya yang menjanjikan untuk mengatasinya,” katanya.

Yusuf mengapresiasi RUU Ciptaker yang memuat pengaturan hubungan antara pekerja dengan usaha kecil dan menengah yang berbasis pada kesepakatan kerja. Demikian pula terkait dengan model pengupahan, dimungkinkan berbasis pada jam kerja ataupun berbasis harian, sehingga lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan. Atau intinya, kata Yusuf, RUU ini berusaha membentuk iklim ketenagakerjaan yang easy hiring dan easy firing.

“Karena itu, ketika kita tahu bahwa RUU Ciptaker digagas untuk tujuan baik, maka bicarakan dengan baik. Sekali lagi, ini bangunan besar multi aspek, jangan digeneralisir sebagai produk yang seluruhnya negatif. Coba kita lihat, bagaimana kita melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan? Apakah kita sudah berusaha menyediakan lapangan pekerjaan dengan cara menyederhanakan perizinan investasi, dan meminimalisir tumpang tindihnya regulasi? Kalau belum, artinya RUU ini lebih dari layak dipertimbangkan,” tukas Yusuf. (DA)*

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah