Bangunan Leuit berbentuk rumah panggung yang ditopang dengan empat tiang kayu, batu atau dalam bahasa Sunda disebut dengan tumpak yang berfungsi sebagai pondasi.
Adapun bahan baku untuk membuat Leuit biasanya menggunakan anyaman bambu, daun aren dan ijuk sebagai atap bangunan.
Model ini sebagian masyarakat menggunakan seng dan papan kayu sebagai dindingnya.
Untuk pintu Leuit biasanya berada di bagian muka atas dekat dengan atap bangunan, pada umumnya ukuran Leuit di kasepuhan berkisar 2 kali 3 meter, dengan kapasitas sebanyak 600 ikat gabah atau masyarakat kasepuhan biasa menyebutnya pocong.
Dimana setiap pocong gabah itu memiliki tiga kepalan gabah yang ukurannya sebesar kepala orang dewasa.
Lokasi bangunan Leuit atau Lumbung Padi ini menyerupai sebuah kompleks atau pemukiman penduduk yang letaknya terdapat di dataran tinggi.
Masyarakat kasepuhan Suku Baduy melarang atau diistilahkan pamali jika bangunan Leuit atau Lumbung Padi ini berada di dekat pemukiman penduduk.
Hal tersebut memiliki alasan yang logis, seandainya terjadi bencana seperti banjir dan kebakaran di area pemukiman, maka stok pangan akan tetap aman.
Selain itu, menyimpan padi di dataran tinggi, dipercayai oleh Suku Baduy bisa meminimalisir rusaknya padi karena keadaan suhu yang lembab.
Leuit sebagai lumbung pangan, memiliki peranan penting bagi komunitas adat kasepuhan masyarakat Suku Baduy.