Menurunnya Angka Pernikahan Sepanjang Satu Dekade Terakhir, Ada Apa?

7 Maret 2024, 06:30 WIB
Ilustrasi menurunnya angka pernikahan sepanjang satu dekade terakhir. /Freepik/RoyAax's/

KABAR BANTEN - Indonesia, negara dengan keberagaman budaya yang kaya, menghadapi tantangan menarik dalam tren pernikahan.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa angka pernikahan di Indonesia mencapai titik terendah dalam satu dekade terakhir pada tahun 2023.

Hanya 1,58 juta orang yang menikah, menandai penurunan 7,51% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan bahkan 28% lebih rendah jika dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu.

Baca Juga: Benarkah Gen Z Banyak yang Menderita Gamaphobia atau Takut Menikah?

Sepuluh tahun lalu, Indonesia mencatatkan rekor tertinggi dalam angka pernikahan pada tahun 2013, dengan 2,21 juta pernikahan.

Namun, sejak 2019, angka tersebut mengalami penurunan bertahap, membawa kita ke titik terendah yang baru-baru ini tercatat.

Pertanyaannya adalah, mengapa tren ini terjadi, dan apa yang mendorong orang-orang Indonesia untuk menunda pernikahan?

Faktor Pertama: Menunda Pernikahan hingga Usia 30-an

Para ahli menyoroti bahwa salah satu faktor utama di balik penurunan angka pernikahan adalah semakin banyaknya orang yang memilih untuk menunda pernikahan hingga mencapai usia 30-an.

Fenomena ini menjadi semakin umum di tengah masyarakat Indonesia yang menghadapi perubahan pola pikir terkait karier, pendidikan, dan perkembangan pribadi.

Berdasarkan survei dan wawancara dengan individu di berbagai kelompok usia, banyak yang menyatakan bahwa menunda pernikahan memberikan mereka kesempatan untuk mengejar ambisi karier dan mencapai tingkat kematangan yang diinginkan sebelum memasuki kehidupan pernikahan.

Faktor Kedua: Prioritas Pendidikan dan Karier

Peningkatan akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan telah membuka peluang yang lebih luas untuk mengejar pendidikan tinggi dan karier.

Sebagai hasilnya, banyak individu terutama perempuan memilih untuk fokus pada pencapaian pendidikan dan karier sebelum memasuki komitmen pernikahan.

Penting untuk dicatat bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi pada kelompok usia muda, tetapi juga melibatkan kelompok usia yang lebih tua.

Semakin banyak orang yang melihat pentingnya mengembangkan diri sebelum menetap dalam kehidupan berpasangan.

Faktor Ketiga: Perubahan Budaya dan Norma Sosial

Perubahan budaya dan norma sosial di masyarakat Indonesia juga memainkan peran kunci dalam menentukan tren pernikahan.

Pergeseran nilai-nilai tradisional dan pandangan terhadap kehidupan berpasangan memengaruhi cara orang memandang institusi pernikahan.

Banyak individu yang sebelumnya merasa tekanan untuk menikah secara cepat sekarang merasa lebih bebas dalam memilih jalur hidup mereka.

Ini menciptakan masyarakat yang lebih terbuka terhadap berbagai pilihan kehidupan, termasuk menunda pernikahan.

Faktor Keempat: Kondisi Ekonomi dan Ketidakpastian

Kondisi ekonomi yang tidak pasti juga memberikan dampak signifikan pada keputusan untuk menikah.

Beberapa orang mungkin merasa perlu mempersiapkan diri secara finansial sebelum memasuki komitmen pernikahan.

Selain itu, ketidakpastian di masa depan, terutama terkait dengan pekerjaan dan stabilitas ekonomi, dapat menjadi faktor penundaan.

Mengapa Penundaan Menikah Perlu Dipahami?

Meskipun angka pernikahan yang menurun bisa menjadi perhatian, penting untuk memahami bahwa penundaan menikah adalah pilihan yang didorong oleh pertimbangan pribadi dan perkembangan masyarakat.

Ini mencerminkan perubahan positif dalam pandangan masyarakat terhadap kebebasan individu untuk menentukan jalannya sendiri.

Dalam mendukung tren ini, penting bagi masyarakat dan keluarga untuk menghargai pilihan hidup setiap individu.

Melibatkan diri dalam dialog terbuka dan penerimaan terhadap berbagai keputusan hidup akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi yang sehat.

Dengan penurunan angka pernikahan di Indonesia, masyarakat dihadapkan pada dinamika baru dalam kehidupan berpasangan.

Sementara para ahli memperkirakan bahwa tren ini akan berlanjut dalam dekade mendatang, yang pasti adalah bahwa pernikahan tidak lagi dianggap sebagai tonggak utama dalam hidup.

Kebebasan untuk mengejar pendidikan, karier, dan perkembangan pribadi menjadi pilihan yang semakin dihargai.

Baca Juga: Ingat! Menantu Bukan ART ataupun Murid Bimbel, Inilah Tips Untuk Mertua Agar Pernikahan Anak Sukses

Dalam melihat tren pernikahan yang berubah, masyarakat diundang untuk mempertimbangkan dan mendukung keputusan individu tanpa mengurangi nilai dari pilihan hidup yang berbeda.

Ini adalah langkah menuju masyarakat yang inklusif, di mana setiap orang dihormati dalam perjalanan unik mereka.***

Editor: Rifki Suharyadi

Sumber: pikiranrakyat.com BPS

Tags

Terkini

Terpopuler