“Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat masalah, jangan sampai gegabah penilaian seseorang misalnya radikal,” ujar Menag Yaqut, di Jakarta, Sabtu 13 Februari 2021.
Dalam pandangannya, stigma atau cap negatif muncul karena kejadian sumbatan. Untuk menciptakan pola komunikasi yang cair dan dua arah, kata dia, adalah sebuah keniscayaan.
Baca Juga: Menkes Termenung Gunakan Masker, Di Saat 1 Juta Nakes Sudah Divaksin Covid-19, Ada Apa Ya?
Terlebih, di era keterbukaan informasi saat ini. Stigma radikal juga bisa jadi muncul karena seseorang kurang memiliki informasi dan data yang memadai terhadap sikap atau perilaku orang lain.
Baca Juga: Profil Din Syamsuddin, Tokoh Vokal yang Dituduh Radikal, Dibela Banyak Tokoh Nasional
“Saya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi siapa seorang ASN. Namun soal kritik kritik sah-sah-sah saja yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang, ”ujar Gus Yaqut.
Baca Juga: Din Syamsuddin Dilaporkan Tuduhan Radikalisme, Fadli Zon Bongkar Masa Lalunya, HNW: Apa Kata Dunia
Menurut Menag Yaqut Cholil Qoumas, kemungkinan dugaan Din Syamsuddin yang statusnya masih sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sebenarnya telah jelas ada pembantuannya.