Potensi Gempa Bumi dan Tsunami, Gugus Mitigasi Baksel Desak Dewan Terbitkan Perda Pengurangan Resiko Bencana

16 Juni 2021, 14:14 WIB
Ketua DPRD Kabupaten Lebak M Agil Zulfikar menyimak penjelasan potensi bencana gempa bumi dan tsunami dari Inisiator Gugus Mitgasi Baksel Abah Lala, di Villa Hejo Kiarapayung, Desa Panggarangan, Kabupaten Lebak, Selasa, 15 Juni 2021 malam. /Kabar Banten/Purnama Irawan

KABAR BANTEN - Inisiator Gugus Mitigasi Lebak Selatan (Baksel), Abah Lala meminta DPRD Kabupaten Lebak segera menerbitkan Perda Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Perda Penanggulangan Bencana (PB).

Permintaan itu disampaikan Abah Lala secara langsung kepada Ketua DPRD Kabupaten Lebak M Agil Zulfikar dan Anggota DPRD Lebak Dapil IV Tajudin, di Villa Hejo Kiarapayung, Desa Panggarangan, Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak,  Selasa, 15 Juni 2021 malam.

"Kami berharap DPRD Kabupaten Lebak bisa segera menerbitkan Perda PRB," kata Inisiator Gugus Mitigasi Baksel Abah Lala.

Ia menjelaskan, Perda PRB sangat dibutuhkan sebagai intervensi pemerintah dalam upaya pengurangan resiko bencana. Artinya penanganan bencana bukan saat bencana dan pasca bencana tetapi sebetulnya sudah harus dilakukan prabencana atau sebelum bencana terjadi.

"Prabencana meliputi mitigasi dan kesiapsiagaan. Upaya tersebut sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sebagai persiapan menghadapi bencana," katanya.

Lebak selatan, termasuk wilayah rawan bencana. Bahkan para ahli sudah melakukan penelitian dan merilis potensi bencana gempa bumi magnitudo 8,5 - 8,7 dan tsunami setinggi 18 - 20 meter menerjang pesisir Lebak bagian Selatan.

"Tentunya Perda PRB sangat dibutuhkan untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut," katanya.

Baca Juga: Potensi Gempa Bumi dan Tsunami, Sejumlah Pakar Datangi Kabupaten Lebak, Ini Yang Dilakukan

Kesiapsiagaan dalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian. Terstruktur, terencana dan terarah dalam menghadapi bencana.

"Sehingga ketika menghadapi bencana terburuk seperti halnya Negara Jepang tidak panik. Bagi mereka yang terpenting tidak begitu memikirkan seberapa banyak infrastruktur rusak tapi bagaimana dapat menyelamatkan nyawa warganya," katanya.

Sebagai upaya penyelamatan nyawa warganya, Negara Jepang melakukan intervensi kepada warganya dengan memberikan ilmu pengetahuan atau pembekalan menghadapi bencana baik berupa sosialisasi, maupun simulasi.

"Tujuannya untuk menanamkan kesiapan diri warganya saat bencana datang. Selain membekali ilmu pengetahuan, pemerintah juga mengintervensi dalam penyiapan tempat aman untuk evakuasi warganya," katanya.

Baca Juga: Gempa Bumi di Banten dan Sekitarnya, Periode 4-10 Juni 2021, BMKG: 23 Kejadian, Didominasi Magnitudo 3-5

Ia mengatakan, secara kasat mata intervensi pemerintah baru berupa pemasangan penunjuk arah atau jalur evakuasi warga dan titik kumpul. Hal itu juga merupakan bagian dari program BNPB.

"Sedangkan dari pemerintah daerah sendiri saat ini baru sampai pada saat terjadi dan setelah terjadi bencana. Kalau untuk prabencana belum terlihat secara masif sekalipun para ahli bahkan termasuk BMKG sudah mengingatkan akan potensi bencana gempa bumi dan bencana tsunami," katanya.

Abah Lala mengungkapkan, bencana gempa bumi 6 skala richter sama dengan ledakan 1 juta ton TNT. Sedangkan kalau terjadi gempa bumi 8 skala richter sama dengan 1000 juta ledakan TNT.

"Jadi begitu gempa bumi terjadi maka tidak heran bisa sampai memicu terjadinya tsunami," katanya.

Baca Juga: Kabupaten Lebak Rawan Bencana Gempa Bumi dan Tsunami, BMKG Gelar SLG Cegah Jatuhnya Korban Jiwa

Ketua DPRD Kabupaten Lebak, M Agil Zulfikar menyatakan usulan Abah Lala akan dibahas dalam rapat komisi dan akan menjadikannya Raperda PRB sebagai Raperda inisiatif DPRD Kabupaten Lebak.

Pihaknya mengapresiasi, Gugus Mitigasi Baksel beserta relawan yang konsen untuk melakukan mitigasi bencana.

"Sekalipun tanpa ada anggaran tetapi sudah melakukan pekerjaan mulia. Yaitu secara bergerilya menyosialisasikan mitigasi bencana tsunami," katanya.

Serta telah mengerjakan alat pemenuhan 12 indikator tsunami ready. Bahkan secara mandiri sudah melakukan pendataan jumlah penduduk di area rawan bencana. Pemetaan jalur evakuasi dan jalur distribusi logistik dan banyak lagi, yang tentunya patut diapresiasi.

Adapun kaitan Perda PRB dan Perda Penanggulangan Bencana (PB), Agil menyatakan akan membahasnya dalam rapat komisi.

"Nanti akan usulkan untuk Perda PRB sebagai Raperda inisiatif dari DPRD. Mitigasi ini memang sangat penting karena memang sebagai upaya meminimalisir risiko bencana," katanya.

Baca Juga: 45 Kali Gempa Bumi di Pandeglang, Warga Lebak Selatan Bersiaga Hadapi Bencana Tsunami

Agil menambahkan, Ia juga mengagendakan akan melakukan pemanggilan terhadap Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak dalam hal membahas mitigasi bencana di Kabupaten Lebak.

"Nanti kita akan gelar RDP dengan Kalak BPBD Lebak. Untuk mengetahui sudah sejauh mana kesiapan dalam menghadapi bencana, khususnya kaitan bencana gempa dan tsunami," katanya.

Anggota DPRD Kabupaten Lebak Tajudin menambahkan, pihaknya akan turut serta mendorong Perda PRB.

"Perda PRB sangat penting untuk mengurangi risiko bencana. Apalagi Kabupaten Lebak masuk zona rawan bencana, bukan hanya gempa dan tsunami tetapi longsor dan banjir," katanya.

Baca Juga: Tsunami Bisa Terjadi Kapanpun di Pandeglang, BMKG: Jika Terjadi Gempa Bumi Selama 20 Detik Segera Jauhi Pantai

Sementara itu Relawan asal Bandung, Aan Anugrah mengatakan, selain Perda PRB dibutuhkan juga Perda Penanggulangan Bencana (PB).

"Adanya Perda PB akan bermanfaat terhadap pembangunan, pengembangan pariwisata, pendidikan, perekonomian, pemukiman, akan menjadi lebih berbasis mitigasi bencana di Kabupaten Lebak," katanya.

Menurut dia, sistem penanggulangan bencana di Lebak lebih terintegrasi, terkoordinasi, komandonya. "Pelaksanaannya akan lebih efektif dan efesien," katanya.

Sedangkan kalau Perda PRB lebih kepengarus utama PRB dalam semua lini penanggulangan bencana dan sebagai kabupaten yang mengacu kepada SFDRR sesuai konfrensi internasional.

SFDRR merupakan dokumen internasional yang diadopsi oleh negara-negara anggota PBB antara 14 dan 18 Maret 2015 di Konferensi Dunia tentang Pengurangan Resiko Bencana yang diselenggarakan di Sendai, Jepang, dan disahkan oleh PBB Sidang Umum pada Juni 2015.

Ini adalah kesepakatan penerus Kerangka Aksi Hyogo (2005–2015), yang merupakan kesepakatan internasional yang paling menyeluruh hingga saat ini tentang pengurangan risiko bencana.

"Ketika kabupaten sudah miliki Perda PRB maka dari sisi anggaran juga akan lebih kuat. Karena keperuntukannya sangat jelas," katanya.***

Editor: Kasiridho

Tags

Terkini

Terpopuler