Permohonan Sengketa Informasi Publik Melonjak

6 Agustus 2020, 12:47 WIB
Suasana ”Obrolan Mang Fajar” di Kantor Redaksi Kabar Banten, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Nomor 72, Kota Serang, Rabu, 5 Agustus 2020.* /

KABAR BANTEN - Permohonan sengketa informasi publik di Banten kembali melonjak. Setelah sempat turun dari 2011- 2015 sebanyak 1.065 permohonan menjadi 841 permohonan pada 2015-2019, tren permohonan sengketa informasi publik kembali melonjak pada tahun ini. Sampai dengan Juli 2020, sudah ada 69 permohonan sengketa informasi publik.

Hal itu terungkap dalam Obrolan Mang Fajar bertajuk "Sembilan Tahun Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Banten yang menghadirkan Wakil Ketua KI Banten Toni Anwar Mahmud, Rabu 5 Agustus 2020. Acara tersebut dipandu Direktur PT Fajar Pikiran Rakyat Rachmat Ginandjar.

Menurut Toni, kelahiran Undang-undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah direspon Pemprov Banten sejak tahun 2011 dengan membentuk Komisi Informasi Banten.

"Lahirnya lembaga KI Banten yang merupakan KI kelima yang berdiri di Indonesia, itu setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepri, Gorontalo, Banten. Artinya, good will keterbukaan Informasi Provinsi Banten peringkat kelima, artinya sudah baik," katanya.

Baca Juga : KI Banten Rampungkan Tahapan Sosialisasi Monev Badan Publik

Pada tahun yang sama Pemprov Banten juga mengeluarkan Pergub tentang Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi termasuk membentuk PPID.

"Artinya sudah sangat responsif terhadap keterbukaan informasi. Pada posisi 2011 Provinsi Banten menempati posisi 19 aspek keterbukaan informasi. Seiring berjalan waktu, 19 naik ke 9, naik 5, naik ke 4," ujarnya.

Pada periode 2015 sampai 2019 Provinsi Banten menempati peringkat menuju informatif secara nasional. Peringkat akan coba kembali didorong menjadi peringkat informatfi sebagai peringkat terbaik di tingkat nasional.

"2011 sampai 2015 kita mendapatkan sebanyak 1.065 permohonan informasi, 2015 sampai 2019 sebanyak 841 sengketa. Tahun 2020 sampai dengan Juli, itu sudah 69 sengketa informasi publik," ucapnya.

Masih adanya sengketa informasi publik menunjukkan adanya masalah yang belum terselesaikan. Harusnya saat ini masyarakat sudah mudah bisa mengakses informasi publik secara mudah.

"Misalkan sekarang musim era 4.0, semua sudah era digital. Alangkah baiknya badan publik pemda, BUMD, dan yang masuk badan publik mereka sudah mengubah apapun yang disyaratkan UU 14 2008 atau Perki tentang standar layanan informasi publik, maka masyarakat akan mudah mendapatkan informasi publik," tuturnya.

Baca Juga : Penanganan Pandemi Covid-19, Ini Sikap Komisi Informasi

Dalam hal mendorong keterbukaan informasi publik, dia melihat masih ada beberapa persoalan yang perlu menjadi perhatian. Antara lain tentang masih adanya masyarakat yang belum memahami bagaimana mengajukan sengketa informasi.

"Kalau tata caranya realtif mudah. Jadi pemohon infirmasi jika dia seorang warga negara Indonesia maka cukup dengan KTP dan dia melampirkan surat permohonan kepada badan publik disertai alasan. Itu disampaikan langsung baik melalui email, atau pos dan datang langsung ke badan publik," ucapnya.

Jika dalam waktu sepuluh permohonan tidak juga dipenuhi maka pemohon dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID, umumnya dijabat oleh Sekda untuk badan publik pemda.

"Jadi kepada kepala daerah melalui sekda. Dalam waktu 30 hari jika juga tidak direpon maka si pemohon pengadu ke Komisi Informasi," ucapnya.

Menurut dia, penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan lebih. Karena 30 hari itu dihitung untuk hari kerja atau tidak termasuk Sabtu dan Ahad.

"Kami tidak mengharapkan sengketa informasi karena delay-nya terlalu lama," katanya.

Baca Juga : KI Banten Mediasi Kejati dan Pemohon Informasi Publik

Kesulitan mengakses Adapun yang diharapkan adalah badan publik telah sadar menjadi pengguna informasi yang menyediakan informasi publik kepada masyarakat, baik berbentuk sertamerta, setiap saat dan berkala. Faktanya hari ini masyarakat masih kesulitan mengakses informasi publik.

"Mahasiswa atau kelompok tertentu yang agak kesulitan memperoleh data dalam penelitian, dalam tugas akhir. Kalau pemerintah mengikuti layanan informasi publik mungkin masyarakat akan nyaman. Tidak harus ke mana-mana apalagi masa pandemi, selama mereka punya kuota mereka tinggal membuka websitenya milik badan publik," ucapnya.

Adapun permohonan informasi yang lebih banyak diminta masyarakat baru sebatas APBD.

"Kasus yang lebih teknis beberapa di antaranya tanah, kepemilihan lahan, selebihnya memang lebih APBD, ada juga yang mempertanyakan izin lingkungan," tuturnya.

Ia mengungkap, partisipasi masyarakat untuk mengakses informasi publik masih terbilang minim. Salah satu indikatornya adalah kunjungan kepada website pemda atau OPD yang relatif kurang.

"Apalagi dengan kondisi sekarang masyarakat lebih kepada medsos. Karena medsos bukan produk jurnalistik sehingga belum tentu konfirmasi kepada subjek," ucapnya.

Baca Juga : Keterbukaan Informasi Pilkada 2020, KI Banten Teken MoU dengan KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota

Kemudian, kecenderungan masyarakat mengkases informasi baru sebatas informasi yang dibutuhkan. Artinya, kesadaran mengakses informasi belum sesuai harapan UU 14 Tahun 2008. Dimana disebutkan mengakses informasi publik harusnya untuk mencerdaskan atau meningkatkan peluang untuk meningkatkan taraf hidup.

Ia melihat partisipasi masyarakat dalam mengakses informasi publik sangat penting. Mengingat wilayah Banten sangat luas, sehingga penyebarluasan informasi publik kadang tidak bisa menjangkau seluruh masyarakat.

KI sendiri, kata dia, baru memiliki kewenangan mendorong badan publik. Keterbukaan informasi publik harusnya menjadi itikad badan publik. Antara lain dengan membuat layanan informasi publik memiliki PPID dengan stuktur jelas, memiliki sarana prasarana informasi, dan memastikan informasi publik mudah.

"Tapi kelemahannya kalau bicara penyenggara negara, tahun pertama bekerja sama dengan PPID, tahun kedua beda pejabatnya, artinya mengulang lagi," katanya.***

Editor: Kasiridho

Tags

Terkini

Terpopuler