KABAR BANTEN - Pemerintah memutuskan Pemilu Serentak Nasional 2024, sehingga tidak ada Pilkada dalam tiga tahun ke depan.
Melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pemerintah memberi sinyal menolak Revisi Undang-Undang (UU Pemilu) dan akan melaksanakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Sejumlah kalangan menilai keputusan pemerintah tersebut memiliki implikasi. Salah satunya soal banyaknya pemerintahan tingkat provinsi hingga kabupaten/kota yang diisi penjabat atau tanpa kepala daerah definitif.
Baca Juga: Pemilu Serentak Nasional 2024, Parpol Jangan Mau Diborong, Mantan Ketua MK Anjurkan Ini
Berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pemungutan suara serentak nasional untuk pilkada di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pada November 2024.
Baca Juga: Pilkada Ditiadakan, Pemerintah Putuskan Pemilu Serentak Nasional 2024, Banten Kebanjiran Penjabat
Implikasi ketentuan tersebut, ada 101 daerah yang kini dipimpin kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan akan berakhir 2022.
Baca Juga: Ikut Komentari Dermaga Eksekutif Pelabuhan Merak Banten, Ini yang Disampaikan Tokoh Muda Cilegon
Selanjutnya, ada 170 daerah yang dipimpin kepala daerah hasil pilkada 2018 yang akan berakhir masa jabatan pada 2023.
Baca Juga: Merapi Keluarkan Guguran, Terdengar Suara Keras dari Posko Ngangkrah, Waspadai Bahaya Lahar!
Total ada 271 daerah yang akan dipimpin kepala daerah sementara atau bukan definitif, jika Pemilu 2024 digelar dengan menyatukan Pilkada dengan Pemilu Nasional.
Baca Juga: SBY Tiba-tiba Sindir Pemegang Kekuasaan Politik, Ditujukan ke Siapa?
Dengan pilkada dihentikan dalam tiga tahun ke depan sampai Pemilu Serentak Nasional pada 2024, 271 pemerintahan daerah diambil alih pusat sehingga lowongan untuk posisi Penjabat membludak.
Baca Juga: Digelar di Mal, Pameran Tanaman Hias Geliatkan Ekonomi dan Pariwisata Kota Tangerang
Provinsi yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada 2022, di antaranya adalah Provinsi Banten. Selain itu, Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
Baca Juga: Pengembangan Geopark Bayah Dome Kabupaten Lebak, Iti Octavia Jayabaya: Itu Jadi Prioritas Pariwisata
Sedangkan pada 2023, ada 17 provinsi yang gubernurnya akan berakhir masa jabatan. Antara lain Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku, serta Papua.
Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2022 dan 2023, akan diangkat penjabat gubernur, bupati, dan wali kota sampai dengan terpilihnya kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif melalui pilkada serentak nasional pada 2024.
Menurut Pembina Perludem Titi Anggraini, di balik pertimbangan-pertimbangan tersebut, ada ancaman elektoral cukup besar kalau pemungutan suara pilkada serentak nasional tetap dilaksanakan pada November 2024.
Baca Juga: Tingkatkan Kualitas, Dosen Pemula Universitas Primagraha Dituntut Buat Karya Tulis Ilmiah
"Pertama, beban teknis berlebih membuat penyelenggaraan pemilu potensial tidak terkelola dengan baik," kata Titi Anggraini, dikutip KabarBanten.com dari rumahpemilu.org.
Titi mengungkap hasil kajian lintas disiplin atas meninggal dan sakitnya petugas Pemilu 2019 yang dilakukan oleh Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM).
Baca Juga: Siapa Sekda Cilegon Terungkap, Helldy Agustian Pilih Sosok Terbaik, Ngaku Dapat Masukan dan Bisikan
Dari kajian itu, ditemukan bahwa meninggal dan sakitnya petugas tidak lepas dari rata-rata beban kerja petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang sangat tinggi.
Kedua, politik gagasan bisa semakin menjauh dari diskursus pemilih karena terlalu banyak calon dan isu yang tersebar dari tiga jenis pemilihan yang berbarengan.
Baca Juga: Bangkitkan Nilai Religi, Begini Tour Ala Komunitas RX King Banten Selatan
"Hal ini bisa menimbulkan ekses digunakannya cara-cara ilegal dalam berkampanye sebagai jalan pintas untuk menang,"katanya.
Baca Juga: Ngeri, Dihantam La Nina, Pelabuhan Merak Banten Alami Ini Selama Dua Bulan Terakhir
Ketiga, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang mengubah pendiriannya soal konstitusionalitas pemilu serentak 5 kotak sebagai satu-satunya pilihan yang konstitusional.
"Hal itu sebagaimana termuat dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, sesungguhnya merupakan refleksi atas kompleksitas Pemilu 2019," katanya.***