Mengenal Asal Usul Nama Bayah Lebak, Wilayah Rawan Gempa Penuh Misteri, Diambil dari Kata Paru Tempat Bernafas

- 18 Februari 2021, 12:46 WIB
Pengangkutan kopra di Pantai Sawarna, Bayah, Lebak 1937
Pengangkutan kopra di Pantai Sawarna, Bayah, Lebak 1937 /digitalcollections.universiteitleiden.nl

KABAR BANTEN - Bayah, merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, daerah Selatan Banten, wilayah paling rawan gempabumi. Terkenal sebagai tempat penambangan batubaranya, terletak di selatan Pulau Jawa.

Dengan pemandangan dan daya tarik alamnya yang sangat bernilai wisata, daerah ini sangat terbuka bagi siapa pun yang ingin mengunjunginya. Namun untuk mengetahui asal mula atau siapa pendiri Bayah dan bagaimana terbentuk, maka misteri adalah jawabannya.

Nyaris tidak ada orang yang tahu, bagaimana Bayah terbentuk. Menurut keterangan beberapa tokoh dan sesepuh masyarakat, siapa pun tidak diperkenankan untuk mengetahui asal mula atau siapa pendiri Bayah.

Baca Juga: Inilah Tiga Titik Langganan Gempa di Banten, Struktur Paling Aktif di Zona Megathrust

Boleh mengetahui bagaimana dan apa yang terjadi di Bayah, tetapi untuk mengetahui Bayah merupakan suatu hal yang sangat dilarang bahkan tabu hukumnya bagi siapapun yang berniat membuka tabir Bayah sebenarnya.

 Baca Juga: Petani Lebak Datangi Rumah Dinas Gubernur Banten, Beri Ramuan Ini ke WH

Berdasarkan sejarahnya yang dikutip KabarBanten.com dari bayahbarat-lebakkab.desa.id, kata “Bayah” merupakan sebuah sebutan yang diambil dari organ tubuh yang berarti “Paru”, yang secara harfiah berarti tempat bernafas.

 Baca Juga: Melongok Golok Raksasa Buah Karya Abah Jamhari, Kini Jadi Koleksi di Rumah Dinas Wali Kota Cilegon

Namun, penjabaran dari kata Bayah ini sangat luas jika dikaitkan dengan kehidupan manusia, khususnya yang mempunyai organ sebagai salah satu penunjang kehidupan. Bukti fisik tentang adanya pendiri Bayah, sampai sakarang masih ada dan masih tetap dilestarikan dan dirawat keutuhannya.

 Baca Juga: Suku Baduy Punya Golok Sulangkar, Dikenal Sangat Ampuh, Asalkan tak Langgar Pantangan Ini

Bukti fisik tersebut adalah berupa sebuah goong (gong) berwarna emas lengkap, dengan pemukul dan beberapa alat ritual lainnya. Peralatan ini setiap bulan purnama, tepatnya tiap malam 14 bulan hijriyyah akan ditabuh (dipukul) dalam suatu upacara adat ritual.

 Baca Juga: Bikin Melelah!Fiki Naki Minta Maaf Dibalas Love, Dayana Menuju Bandara Bawa Bunga, Seriusan Mau ke Indonesia?

Konon katanya, suara atau gemanya terdengar sampai ke Hanoyan atau suatu daerah yang terletak di Kabupaten Pandegelang. Hanoyan inilah yang merupakan cikal bakal peralihan/tempat perpindahan orang Bayah di masa yang akan datang.

 Baca Juga: Surat Palsu Pengangkatan CPNS Beredar! Catut Nama Pejabat Kemenpan RB, Korban Diminta Melapor Kesini

Sama halnya dengan beberapa wilayah di Banten, Bayah merupakan wilayah kasepuhan yang memiliki semacam struktur organisasi pemerintahan. Kasepuhan Bayah memliki beberapa Sub Kasepuhan, diantaranya Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Ciherang dan Kasepuhan Citorek.

 Baca Juga: Pilkada Serentak Hampir Pasti 2024, Andika Hazrumy Diuntungkan Usia, Lalu Bagaimana Nasib WH?

Namun, wilayah kasepuhan Bayah tidak seperti kasepuhan-kasepuhan lain yang diperkenalkan kepada khalayak ramai. Menurut beberapa tokoh masyarakat Kasepuhan Bayah, ternyata memang sengaja tidak di ekspos dengan alasan amanah dari para sesepuhnya yang memang demikian.

Baca Juga: Tunggu Pelantikan Bupati Serang Terpilih, Ratu Tatu Chasanah Mau Asuh Cucu dan Akan Lakukan Kegiatan Ini

Wilayah Kasepuhan Bayah sangat tinggi nilainya dan tidak akan dikomersialisasikan seperti kasepuhan-kasepuhan lainnya di Banten. “Nanti suatu saat kita akan tahu kenapa hal ini dilarang!,”demikian dituliskan dalam sejarah desa yang diunggah di bayahbarat-lebakkab.desa.id.

 Baca Juga: Kemendagri Kunci Agenda Pelantikan, Digelar Serentak dan Bertahap, Ini Jumlah Kepala Daerah Dilantik Februari

Di daerah ini, terdapat Tugu yang terletak di jantung Ibu Kota Kecamatan Bayah yang dijadikan bukti jejak Tan Malaka yang menyamar dengan nama Iljas Hussein sekitar 1943, yang saat itu tengah dibangun jalur kereta api sepanjang 89 kilometer dari Saketi di Pandeglang menuju tambang batu bara di Bayah, Banten Selatan hingga Maret 1944.

 Baca Juga: Hati-hati !, Eks Galian Tanah Merah Longsor, Jalan Selapanjang Lebak Bahayakan Pengendara

Pada zaman itu, sepanjang jalur Bayah hingga ke Pelabuhan Banten terbentang rel kereta, yang kini tinggal tanggul-tanggul jembatan saja. Jalut KA itu, untuk mengangkut hasil bumi dan kekayaan kandungan alam.

 Baca Juga: Pelantikan Wali Kota dan Bupati Sudah Disiapkan, Cilegon dan Serang Digelar Bersamaan, Begini Prosesnya

Di jaman itu, aktifitas Bayah semakin ramai dan menjadi jalur darat yang penting. Hingga beralih ke penjajahan Jepang, Bayah tetap menjadi salah satu tempat tujuan pengambilan kandungan alam dan hasil bumi.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: bayahbarat-lebakkab.desa.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x