Kasepuhan Cibarani di Kabupaten Lebak, Dibentengi Perbukitan, Belum Pernah Terinjak Kaki Penjajah

- 4 Maret 2021, 22:17 WIB
Ketua Adat Kasepuhan Cibarani H Dulhani (tengah) memimpin acara seren taun Kasepuhan Cibarani.
Ketua Adat Kasepuhan Cibarani H Dulhani (tengah) memimpin acara seren taun Kasepuhan Cibarani. /Dokumen Ketua Adat Kasepuhan Cibarani

KABAR BANTEN - Cibarani adalah nama Kasepuhan sekaligus nama Desa di Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak. 

Penamaan Cibarani dilekatkan pada nama salah satu sungai yang melintasi permukiman yakni Sungai Cibarani. 

Hulu sungai ini bersumber dari gunung Liman. Sebuah gunung yang dikeramatkan dan dijaga oleh incu (cucu) Putu Kasepuhan Cibarani. 

Baca Juga: Tingkatkan Produksi Pertanian di Kabupaten Lebak, Iti Octavia Jayabaya Bina Penyuluh Pertanian

Sungai Cibarani dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, keperluan memasak dan lain-lain.

Disamping itu, masyarakat memanfaatkan untuk mengairi sawah (irigasi) serta untuk budidaya ikan air tawar.

Bentang alam yang melingkupi permukiman kasepuhan Cibarani dibentengi bukit-bukit (perbukitan) yang memberi asas manfaat serta daya dukung keberlanjutan. 

Baca Juga: Pemulihan Ekonomi, Pemkab Lebak Alokasikan Anggaran Khusus Sebesar 25 Persen

Dari sela gundukan bukit mengalir mata air Kali Citasuk, Kali Citamiyang dan Kali Cibuntu yang pada akhirnya bertemu dan menyatu dengan Sungai Ciujung.

Masyarakat yang bermukim di Kampung Cibarani merupakan keturunan atau incu putu dari Parung Kujang. 

"Parung Kujang berarti Tarung Kujang (peperangan di Tegal Papak) dengan orang Baduy," kata Ketua Adat Kasepuhan Cibarani sekaligus Kades Cibarani H Dulhani kepada KabarBanten.com, Kamis, 4 Maret 2021.

Baca Juga: Untuk UMKM, Pagu Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Naik Jadi Rp15 M, Pemda Wajib Alokasikan 40 Persen

Warga Cibarani mulai bermukim semenjak zaman Pupuhu Ama Haji Dul Patah. Yaitu leluhur Parung Kujang yang pertama. 

"Jadi, jauh sebelum zaman kolonial Belanda masyarakat Cibarani sudah menempati wewengkon (Kampung Cibarani)," katanya.

Dulhani mengatakan, masyarakat Cibarani lebih fasih menyebut zaman penjajahan saat itu dengan berkuasanya Ratu Welmina untuk menyebut nama Ratu Belanda-Wilhemina.

Sekalipun, Belanda belum sampai turun ke Kampung Cibarani karena aksesnya yang cukup sulit. 

Baca Juga: Menang Dramatis atas Sevilla, Barcelona Melangkah ke Final Copa del Rey 2020-2021

Kendati begitu, pengaruhnya cukup besar terhadap penguasaan hutan dengan cara mempersempit area ladang berpindah (ngahuma) masyarakat.

Sejak 10 Desember tahun 2010 ditetapkan sebagai hari jadi Desa Cibarani. Pasalnya, pada tanggal tersebut Kampung Cibarani dimekarkan menjadi desa administrasi sendiri. 

Sebelumnya, Cibarani hanya kampung (RT atau RW) administrasi Desa Karangnunggal. Peringatan hari jadi dilaksanakan rutin setiap tahunnya di Desa Cibarani.

Baca Juga: Ditinggal Pergi ke Sawah, Satu Unit Rumah di Kabupaten Lebak Hangus Dilalap Si Jago Merah

Dalam memperingati hari jadi desa, Jaro dan para sesepuh mengadakan pesta rakyat selama dua hari-dua malam. 

Di hari pertama dilaksanakan riungan atau kumpulan masyarakat, di hari kedua dilaksanakan upacara bersama Masyarakat Adat Cibarani, Koramil, Babinsa, serta Jajaran Perangkat Kecamatan yang bertempat di lapangan. 

Setelah upacara diadakan pertunjukan wayang golek dan kesenian angklung di lapangan Suka Waris.

Baca Juga: Kabar Gembira! Honor TKK di Kabupaten Pandeglang Naik

Dulhani mengungkapkan, pada umumnya warga Cibarani mencari nafkah dibidang pertanian. Sehari-harinya bergumul dengan lahan sawah dan kebun.

"Rutinitas tersebut dilakukan dari pagi sampai petang hari, kecuali hari Jumat dan Selasa," katanya.

Pada saat musim tanam, masyarakat cenderung sibuk berangkat pagi buta. Peran ini dilakukan perempuan dan laki-laki dengan pembagian kerja sesuai dengan kemampuan tenaga.

Baca Juga: Gubernur Banten Didatangi KPK, Wahidin Halim: Tidak Ada Niatan Kami Timbun Harta

Aktifitas domestik perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, mulai dari masak, membersihkan alat masak, membersihkan rumah, mengambil air sampai mengasuh anak. Dari sudut pandang ini, perempuan ada harapan untuk memiliki waktu istirahat yang cukup.

Sementara dari perspektif laki-laki masih memiliki harapan yang sama. Hal yang sama berlaku pada peran anak perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan cenderung nimbrung membantu peran ibu dalam mengurus rumah.

"Adapun hasil panen padi tidak untuk diperjual-belikan, melainkan untuk disimpan di lumbung (leuit). Bentuk nyata dari sistem ketahanan pangan yang digagas para leluhur kasepuhan," katanya.

Baca Juga: Tokoh Masyarakat Lebak Selatan Bicara Geopark Bayah Dome, Kepentingan Masyarakat Jangan Dilindas

Dulhani menambahkan, sumber mata pencaharian masyarakat Desa Cibarani dari sektor pertanian ini apabila ditinjau dari jangka waktunya maka dapat dibedakan menjadi sumber penghidupan harian, mingguan, bulanan dan tahunan. 

Yang termasuk ke dalam sumber penghidupan harian, antara lain buruh tani dan hasil penjualan gula aren.

Pendapatan yang tergolong ke dalam sumber penghidupan mingguan, yaitu buruh tani dan buruh panen, pisang, picung, coklat, gula aren, dan karet.

Baca Juga: Masuki Bulan Kawalu, Kunjungan ke Kawasan Baduy Ditutup, Kecuali Tamu dengan Kriteria Ini

Sumber penghidupan bulanan terdiri atas hasil penjualan padi, jagung, timun, pisang, pete, serta buruh tani dan buruh panen. 

"Di sisi lain sumber penghidupan tahunan utamanya berasal dari penjualan cengkeh, kopi, durian, rambutan, dan kayu. Walaupun jumlahnya tidak banyak, beberapa orang juga memperoleh penghasilan dari beternak kambing dan ayam," kata H Dulhani.***

Editor: Kasiridho


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x