Namun, dalam penyusunannya pemkot juga berkoordinasi dan berkonsultasi dengan tokoh masyarakat serta stakeholder terkait lainnya, termasuk Kementerian Agama (Kemenag), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Jadi ini memang merupakan hasil kesepakatan para pimpinan daerah serta tokoh masyarakat lainnya. Ini sudah dimusyawarahkan dengan lintas stakeholder, baik tokoh masyarakat maupun Forkopimda. Bukan hanya dari kami saja, Pemerintah Kota Serang," ujarnya.
Mengenai Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2021, tentang sanksi denda terhadap rumah makan yang buka di siang hari, dikatakan Syafrudin Perda tersebut sudah ada dan berlaku sejak 2010 lalu.
"Selama itu tidak ada masalah yang timbul atas penerapan Perda tersebut. Ini sudah 11 tahun diberlakukan, karena memang aturan tersebut diterbitkan sejak 2010, sampai sekarang," ucapnya.
Meski demikian, mengenai sankai denda sebesar Rp50 juta, kata dia, hal itu merupakan denda maksimal.
Selain itu, sanksi tersebut juga tidak hanya untuk pelanggaran pasal 10 yang mengatur hal-hal dilarang selama Ramadan, namun untuk berbagai pasal lainnya seperti minuman keras dan aturan larangan lainnya.
"Ini untuk penanggulangan penyakit masyarakat. Jadi bukan hanya untuk yang ramadan saja, tapi juga kan ada pasal lain seperti pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8 dan seterusnya. Denda paling banyak itu Rp50 juta, paling sedikit Rp10 rupiah kalau tidak salah," tuturnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Serang Nanang Saefudin mengatakan, terkait tuntutan pengkajian ulang Perda nomor 2 tahun 2010. Menurut dia, tidak ada kewajiban untuk melakukan revisi Perda tersebut.