Ada cerita menarik ketika madrasah ini akan diresmikan, saat itu sebelum madrasah rampung dibangun KH Umar Jaya dan Abdul Haq mengundang tokoh-tokoh masyarakat, seperti Ki Yasin dari Nahdatul Ulama, Kiai Abdurahman dari Matlahul Anwar dan kiriman dari Persatuan Islam atau Persis untuk mengunjungi madrasah yang sedang dalam tahapan pembangunan.
Ketika itu seluruh tokoh masyarakat yang diundang menghadiri undangan tersebut, dalam sambutannya Abdul Haq mengungkapkan kepada undangan bahwa pembangunan yang disaksikan oleh sekalian undangan.
Dimaksudkan untuk mendirikan madrasah namun saat itu belum ada namanya.
Ketika itu para tamu undangan menyatakan kesepakatannya untuk pendirian madrasah itu.
Ketika madrasah selesai dibangun kembali mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk membuka secara resmi Madrasah Kubang Kondang, namun pada undangan kedua ini tokoh-tokoh masyarakat tersebut tidak hadir ternyata penyebab ketidakhadiran tokoh-tokoh tersebut dikarenakan mereka telah mencium adanya ajaran Wahabi yang diajarkan di madrasah itu.
Bahkan setelah peresmian madrasah itu, Abdul Haq, para ustadz madrasah dan murid-muridnya dijuluki Wahabi bahkan kafir.
Ketika Saman Asra yang merupakan murid angkatan pertama Madrasah Kubang Kondang dan juga merupakan menantu dari Abdul Haq hendak berangkat ke ranting Labuan di perjalanan masyarakat memanggilnya Wahabi.
Namun hal itu tidak menyurutkan langkah-langkah dakwah Abdul Haq dan murid-muridnya berdakwah Muhammadiyah jalan terus, hasilnya ada sekitar 30 kader-kader muda Muhammadiyah alumni Angkatan pertama Madrasah Kubang Kondang.
Dikemudian hari 30 kader tersebut kemudian berkiprah menyebarluaskan gerakan Muhammadiyah dengan mendirikan ranting Muhammadiyah di Pandeglang, seperti ranting Munjul, Bojongmanik, Buraluk dan Rancacaak.
Kembali kepada sosok Abdul Haq, Saman Asra menceritakan bahwa sosoknya merupakan seorang guru ulama sekaligus pedagang yang tangguh.