Teologi Corona

- 13 Juni 2020, 02:30 WIB
Fauzul Iman
Fauzul Iman /

KABAR BANTEN - Peristiwa pandemi Covid-19 yang belum kunjung padam ini masih dihadapkan dengan tradisi sosial yang mengakar di tengah masyarakat.

Sebagian besar masyarakat Indonesia yang sangat kuat tradisi/ budaya kumpul menjadi persoalan serius terkait dengan penerapan protokol kesehatan.

Di sisi lain pengamalan religius masyarakat yang menganut aliran teologi tradisional cukup menggelayuti cara dan tindakan pemahaman mereka.

Dari sudut sosiologi, seperti digambarkan Emile Durkheim, dalam bukunya" The Elementary Forms of religious Life", ide masyarakat merupakan ruh dari agama.

Baca Juga: Mereka Tercabik Puasa

Dalam konteks ini, komunitas yang di dalamnya sarat dengan keberagamaan menempati posisi penting dan suci. Sudah dipastikan, demikian Durkheim, komunitas dengan segala dimensinya yang meliputi keberagamaan, tradisi, seni, hukum dan moralitas, akan selalu menjalani ritual keagamaan yang suci ( sosiety as sacred).

Nilai suci komunitas makin terlihat komplek jika dikaitkan dengan keyakinan teologi yang dianut oleh komunitas. Di sinilah terjadi konspirasi tak sengaja (unintended conspiration) untuk melakukan pengepungan alamiah terhadap siapapun pihak yang mengganggu keberlangsungan komunitas suci.

Bayangkan komunitas suci yang terbiasa membagun ritual kumpulan/riungan atas dasar rembukan sesama rasa dan silaturrahim. Kegiatan tahlilan, marhabanan, tadarusan, salat berjamaah dan lain-lain yang dipandang ritual suci, tidak mudah dianulir secara sekejap oleh karena adanya virus corona.

Ditambah dengan masih menggelayutnya aliran teologi tradisional yang dianut komunitas. Semua itu tantangan tersendiri yang membutuhkan kepiawaian dan kearifan komunikasi dari instansi berkepentingan.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x