Miliki Potensi Positif untuk Ekonomi, TII Sebut Banyak Catatan Kritis RUU Ciptaker Harus Dibahas

- 23 April 2020, 16:00 WIB
Adinda Tenriangke Muchtar
Adinda Tenriangke Muchtar

Biaya untuk memulai usaha yang mendapatkan skor di peringkat ke-67. Secara teoritis, daya saing dan investasi menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, ketika daya saing suatu negara mengalami kenaikan, maka investasi di negara tersebut juga akan meningkat.

“Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah terobosan yang mampu mengkonfigurasi ulang hambatan-hambatan tersebut. Salah satunya melalui Undang-undang sapu jagat Omnibus Law,” ungkap Adinda.

Omnibus Law RUU Ciptaker, jelas Adinda, bukan hanya mengatur tentang ketentuan investasi dan kemudahan berusaha. Tapi juga mengatur hal-hal lain, termasuk ketenagerjaan, lingkungan, industri pertambangan, pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan, Badan Usaha Milik Desa, serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

RUU Cipta Kerja juga didorong untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja dan pemberdayaan ekonomi, melalui kemudahan berusaha dan proses perijinan yang mudah, serta difasilitasi pemerintah.

“Catatan TII ini juga sejalan dengan Pasal 2 Omnibus Law RUU Ciptaker yang menyebutkan tentang asas penyelenggaraan jika RUU ini diloloskan nantinya, yaitu asas pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, serta kemandirian,” katanya.

TII menilai Omnibus Law RUU Ciptaker sebagai kebijakan berpotensi positif bagi kebebasan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, serta kesejahteraan di Indonesia. Namun, sejak awal, proses pembuatan RUU ini sudah mengundang polemik, dari prosesnya yang dinilai tidak inklusif, tidak transparan, terburu-buru.

“Sehingga banyak ketentuan diatur didalamnya yang dianggap mengabaikan aspek perlindungan HAM, demokrasi, penegakan hukum, dan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup,” paparnya.

Lebih jauh, terkait tata bangunan dan logika hukum, RUU Cipta Kerja berpotensi menghidupkan kembali pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yaitu ketentuan presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden.

“Jelas hal ini bertentangan dengan hierarki tata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Belum lagi, potensi anomali dengan prinsip Omnibus Law, karena RUU Cipta Kerja nantinya akan mengamanatkan ratusan peraturan teknis untuk pelaksanaanya,” paparnya.

Hal ini pulalah yang menurut Adinda, membuat pembahasan RUU ini masih harus mengkritisi banyaknya ketentuan yang bermasalah, mengingat potensi dampak negatif serius yang akan ditimbulkannya.

Halaman:

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah