Angka Stunting di Banten Masih Tinggi, BKKBN Banten Ajak Wartawan Kolaborasi Percepat Penurunan Stunting

25 Mei 2023, 16:19 WIB
Kepala Perwakilan BKKBN Banten Rusman Efendi memberikan penjelasan terkait pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Banten dalam kegiatan 'Forum Koordinasi Jurnalis' yang digelar BKKBN Banten di salah satu Kafe di Kota Serang, Kamis 25 Mei 2023. /Kabar Banten/Kasiridho

 

KABAR BANTEN - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Banten mengajak wartawan atau jurnalis media cetak, online dan elektronik berkolaborasi dalam pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Banten. Sebab, angka stunting di Banten masih tinggi mencapai 20,1 persen.

 

“Angka stunting di Banten mencapai 20,1 persen. Jika stunting masih tinggi, arahan bapak Presiden tentang Indonesia emas itu belum tercapai. Untuk itu, kami mengajak teman-teman media bersama-sama mempercepat penurunan stunting di Banten,” ujar Kepala Perwakilan BKKBN Banten Rusman Efendi dalam kegiatan ‘Forum Koordinasi Jurnalis’ yang dihadiri Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak, Ade Sumardi, di salah satu Kafe di Kota Serang, Kamis 25 Mei 2023.

Rusman Efendi menyampaikan, stunting menjadi program prioritas nasional dengan percepatan penurunan stunting. Bahkan, ada peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 terkait aksi percepatan penurunan stunting.

“Aksi ini sudah dilakukan di semua wilayah di Provinsi Banten dan kegiatan atau aksi menonjol ada di Kabupaten Lebak. Makanya, Ketua TPPS Kabupaten Lebak kami hadirkan dalam kegiatan ini,” ucapnya.

Rusman Efendi mengungkapkan, penanganan stunting di Banten tidak bisa dilakukan BKKBN Banten atau satu pihak saja. Kerja bersama semua pihak sangat penting dilakukan dalam upaya percepatan penurunan stunting. Selain itu, peran media massa sangat penting dalam percepatan penurunan stunting.

“Maka itu, dibentuk wadah. Baik pemerintah, swasta, LSM hingga media massa sebagai upaya percepatan penurunan stunting. Peran media sangatlah penting dalam mengedukasi hingga menyosialisasikan pencegahan stunting sehingga masyarakat dapat memahami apa itu stunting hingga dampaknya,” ujar Rusman Efendi.

Ia mengatakan, stunting menjadi masalah besar yang harus diselesaikan apalagi stunting dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM), bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak.

 

Baca Juga: Kepala BKKBN Banten Sarankan Calon Pengantin Ikuti Elsimil, Pemeriksaan Kesehatan untuk Cegah Stunting

“Stunting merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya,” ucapnya.

“Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun,” sambung Rusman Efendi.

 

Ia menambahkan, ada empat (4) terlalu yang determinan terhadap stunting. Keempatnya adalah terlalu muda bersalin, terlalu tua bersalin, terlalu dekat bersalin dan terlalu banyak anak.

“Kami mengimbau masyarakat agar menghindari terlalu muda bersalin, terlalu tua bersalin, terlalu dekat bersalin dan terlalu banyak anak, agar tidak memiliki anak yang mengidap stunting atau pertumbuhan lambat karena faktor kekurangan gizi,” ujar Rusman Efendi.

Baca Juga: Cegah Stunting dari Hulu, BKKBN Gandeng Kemenag Banten Lakukan Pembinaan Calon Pengantin

Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak, Ade Sumardi menyampaikan bahwa dalam percepatan penurunan stunting, berbagai elemen masyarakat harus bersinergi dan berkolaborasi dalam penanganan stunting.

“Penanganan stunting tentu harus melibatkan semua pihak dengan sinergi dan kolaborasi secara bersama-sama. Persoalan stunting merupakan masalah besar apabila tidak segera ditangani yang tentunya akan menjadi beban bagi negara dan akan melahirkan generasi yang tidak berkualitas,” ujar Ade Sumardi.

Penderita stunting, kata dia, dipastikan mengalami keterlambatan berpikir, jika dewasa mengidap penyakit darah tinggi, jantung dan diabetes. Dengan demikian, penanganan stunting harus secepatnya dilakukan pencegahan dan melibatkan semua pihak yang merasa terpanggil agar tidak ada lagi anak mengalami stunting.

Baca Juga: Pencegahan Stunting Berbasis Keluarga: Gelar Orientasi TPK, BKKBN Banten Libatkan Bidan hingga Kader KB Desa

Ade Sumardi mengungkapkan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi anak stunting di Kabupaten Lebak sebesar 27,5 persen, artinya dari 100 anak yang ada di Kabupaten Lebak, 27 di antaranya mengalami stunting. 

“Penanganan stunting di Kabupaten Lebak berjalan baik setelah dilakukan pengukuran tubuh kepada 108 ribu balita yang dinyatakan stunting berdasarkan "by name by adress" atau sesuai nama dan alamat tercatat 3.736 balita, padahal tahun sebelumnya 4.618 orang. Kami meyakini angka prevalensi stunting menurun diangka 14 persen sesuai target Presiden Joko Widodo pada 2024,” ujar Ade Sumardi.

 

Sementara itu, Ketua Satgas Stunting Banten, Riky Febrianto menyampaikan bahwa dalam pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Banten, BKKBN Banten melakukan berbagai upaya diantaranya audit kasus stunting oleh pakar agar keluarga beresiko pada tiap daerah mau melaksanakan audit kasus stunting.

Kemudian, program miniloka karya yang diselenggarakan di Kecamatan, pendampingan keluarga beresiko stunting oleh 24.408 tim pendamping keluarga di setiap desa di Provinsi Banten, pendataan pada calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, ibu yang mempunyai balita, hingga keluarga yang tingkat kemiskinan ekstrem.

Lalu, rapat koordinasi pada tingkat kabupaten kota di Provinsi Banten dan peran BKKBN memfasilitasi agar pemerintah daerah secara periodik melakukan rapat untuk memonitoring dan evaluasi terhadap apa saja yang sudah dilakukan untuk memcegah terjadinya stunting.

Selanjutnya, mendirikan dapur sehat yang menyiapkan menu-menu makanan bergizi khususnya untuk sasaran keluarga beresiko stunting dan balita stunting, program sosial kemanusiaan DULUR PENTING (Donatur telur, peduli stunting) Donasi telur yang dapat dilakukan oleh semua kalangan hingga menyediakan Aplikasi ELSIMIL (Elektronik siap menikah, siap hamil) sebagai persyaratan bagi calon pengantin  (NANI).

 

Baca Juga: Angka Stunting di Banten Turun 4,5 Persen, Pj Gubernur Banten dan Plt Kepala BKKBN Banten Ungkap Kuncinya

“Dalam pencegahan stunting dari hulu, intervensinya diberikan mulai dari remaja, mengawal calon pengantin, pendampingan terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, ibu nifas, sampai dengan anak umur 59 bulan,” ujar Riky.

Program lainnya, kata dia, BKKBN Banten melakukan pelayanan alat kontrasepsi, bagaimana menjaga jarak antara anak pertama, kedua, dan selanjutnya. Dengan jarak yang ideal maka pemberian pola asuh terhadap anak bisa maksimal. Pola pengasuhan diberikan sejak terjadi proses pembuahan.

“Mencegah stunting pada anak sejak dini, bisa dimulai ketika mempersiapkan pernikahan dan sejak Seribu (1.000) hari pertama kehidupan si anak yang merupakan fase kehidupan yang dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia 2 tahun (730 hari),” ujarnya.

“Calon pengantin atau calon ayah dan ibu selain diharapkan mempersiapkan kesehatan reproduksi dan menjaga nutrisi, juga harus mengenali penyebab stunting pada anak agar tercipta generasi berkualitas,” sambung Riky.***

 

Editor: Kasiridho

Tags

Terkini

Terpopuler