Mengenal Asal Usul Novel Karya Eduard Douwes Dekker, Soekarno Terinspirasi Cerita Multatuli

- 17 Juli 2021, 20:02 WIB
Seorang petugas kebersihan tengah menyemprotkan disinfektan pada sebuah Patung replika Eduard Douwes Dekker, di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Seorang petugas kebersihan tengah menyemprotkan disinfektan pada sebuah Patung replika Eduard Douwes Dekker, di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. /Kabar Banten/Purnama Irawan

Kemudian Saijah, Adinda, dan orang-orang Banten lainnya hanya menjadi pelengkap penderita dan mati konyol tanpa perlawanan di ujung Bayonet Belanda.

"Ia pun berkesimpulan bahwa film tersebut tidak mempunyai visi Indonesia dengan tidak adanya penggambaran situasi sosial-politik serta bentuk perlawanan Kolonialisme oleh orang-orang Indonesia," katanya.

"Itu jadi kemenangan dari diplomasi kebudayaan Belanda, kata Peransi," lanjutnya.

Selain itu banyak pihak, baik orang Belanda (akademisi, orang-orang dalam faksi konservatif) maupun elite lokal mengkritik Max Havelaar dalam menunjukkan kebenarannya. Bahkan kritik-kritik itu bersifat tendensius dan provokatif, menyerang kehidupan pribadi Dekker.

"Bagi saya sendiri, benar atau tidaknya cerita dalam Max Havelaar bukan jadi persoalan penting. Pada tataran praktis antara fakta dan fiksi tidak ada perbedaan berarti secara tekstual sehingga sastra dan sejarah dapat diasosiasikan bergulat di dalam satu bidang yang sama, yaitu bahasa," katanya.

Selain itu bila mengutip perkataan Kuntowijoyo, sastra bisa jadi bagian sejarah sebagai cerminan masa itu. Masalahnya sejauh mana Max Havelaar mencerminkan keadaan masa itu? Maka dari itu ditekankan bahwa kebenaran sejarah maupun sastra adalah kebenaran relatif.

"Persoalan lain adalah justru Max Havelaar merupakan bagian dari proses sejarah, terlepas dari benar atau tidak ceritanya," katanya.

Baca Juga: Jaga Wasiat Leluhur, Gunung Liman Dikeramatkan Adat Cibarani dan Suku Baduy

Kekuatan sastra yang dibawa oleh Multatuli mendapat sorotan di publik Belanda tentang bagaimana seharusnya wilayah koloni dikelola tanpa memberatkan masyarakat lokal.

"Pun kalangan nasionalis Indonesia seperti Soekarno, Kartini, dan lainnya terinspirasi oleh cerita Multatuli," katanya.

Halaman:

Editor: Kasiridho


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah