Kelima, keputusan fatwa kehalalan produk ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
Keenam, keputusan penetapan Halal Produk disampaikan kepada BPJPH. Ketujuh, bagi produk yang telah dinyatakan halal, mendapatkan Isbat Halal (ketetapan halal) dari MUI sebagai persyaratan untuk mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH.
Baca Juga: Pengurus MUI Banten Masa Khidmat 2021-2026 Dikukuhkan, Ini Pesan KH Miftachul Akhyar
Tantangan
Endang mengakui, dalam undang-undang ini terdapat beberapa tantangan, antara lain, pertama tingkat kesadaran masyarakat Indonesia dalam menggunakan produk halal masih minim.
Kedua, belum adanya persamaan persepsi di masyarakat tentang produk halal. Ketiga, perangkat aturan belum sepenuhnya tersusun dengan kurangnya dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah.
Keempat, lembaga pelaksana belum banyak terbentuk. Kelima, tingkat kesadaran pelaku usaha untuk menerapkan standar halal juga masih rendah, sehingga masih ada pelaku usaha yang belum mendaftarkan produknya untuk memiliki sertifikat halal.
“Oleh sebab itu, kita mesti hati-hati dalam memilih dan mengonsumsi minuman dan makanan serta obat-obatan dan kosmetika. Selain dari pada jaminan halal, maka unsur thayyib (baik) dan hygienis pun perlu menjadi pertimbangan bagi seorang muslim,” katanya.
Menurut Endang, sebagai lembaga yang diberi amanah Undang-undang Nomor 33 tahun 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menandai era baru jaminan produk halal di Indonesia.