Kawasan Kumuh di Kasemen, Potret Buram Wajah Ibu Kota Banten

- 21 September 2017, 11:30 WIB
kawasan-kumuh-Tanggul-jaya
kawasan-kumuh-Tanggul-jaya

Kecamatan Kasemen Kota Serang dikenal sebagai kawasan peninggalan Kesultanan Banten. Oleh karena itu, jika menilik sejarah, Kasemen merupakan ibukota Kesultanan Banten. Namun, meskipun menjadi pusat peradaban Banten, nyatanya, kondisi wilayah Kasemen, seolah terkena dampak dari kehancuran Kesultanan Banten tempo dulu. Masyarakat Kasemen, hingga kini, masih belum keluar dari stigma daerah yang menjadi kantong kemiskinan dengan kondisi perkampungan yang kumuh. Kawasan kumuh di Kecamatan Kasemen tampaknya masih menjadi sebuah pemandangan yang kian hari kian memprihantinkan. Sepuluh tahun berdirinya Kota Serang, kawasan tersebut pun masih terabaikan atau tak tersentuh. Penduduk setempat pun hanya mengharapkan bantuan yang tidak pasti. Desa Tanggul Jaya, Kecamatan Kasemen, Kota Serang menjadi salah satu kawasan yang hampir semua penduduknya bermukim di sebuah rumah tua yang hampir roboh. Rumah yang rata-rata terbuat dari papan tua tersebut ada beberapa yang sudah miring karena usia kayu yang sudah lapuk. Rata-rata mata pencarian mereka hanya seorang nelayan yang mendapat upah minim dan tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi, banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah karena masalah ekonomi yang terbatas. "Kalau suami pulang dari laut cuma dapat Rp 20.000 sehari. Itu juga belum bisa ketutup buat sehari-hari makan, bayar sewa tanah, apalagi buat sekolah. Mana cukup," kata warga Tanggul Jaya, Masriah saat ditanyai wartawan. Rumahnya pun ternyata berdiri di atas tanah milik orang lain yang di sewakan. Harga sewa dibayarkan 1 tahun sekali seharga Rp 250.000. Rumah yang dihuni 4 orang keluarganya tersebut pun sudah lama menunggak akibat tidak sanggup membayar dan sempat diusir. "Udah lama enggak bayar sewa tanah, cuma kalau rumah adik saya yang bikin. Saya bingung mau bayar pakai apa sementara pendapatan cuma cukup untuk makan, makanya kemarin sempat diusir," katanya. Tidak hanya itu, kondisi rumah panggung yang semakin tua tersebut semakin mengancam ketika datang hujan maupun angin besar. Sama halnya dengan warga Tanggul Jaya lainnya, ketika datang angin besar mereka beramai-ramai keluar rumah karena khawatir rumahnya akan roboh.  "Kalau buat ganti kaki rumah panggung itu harus ada biaya besar. Saya Cuma nunggu bantuan pemerintaha aja. Saya udah 10 tahun tinggal di sini tapi belum dapat bantuan. Sama halnya bantuan kesehatan dan pendidikan anak-anak saya belum juga dapat," ujarnya. Ketua RT 06 kampung Tanggul Jaya, Satori mengatakan, sebanyak 60 kepala keluarga (KK) tinggal di rumah panggung yang rata-rata terbuat dari papan. Mayoritas warganya adalah nelayan dan petukang perahu nelayan. "Dulu sempat ada rumah warga saya yang roboh karena angin dan kondisi rumahnya yang sudah tua. Saya mengajukan untuk bantuan benah rumah, tetapi engak direspon dengan alasan tanah yang ditempati itu punya pemerintah. Akhirnya hanya mendapat bantuan dari yayasan saja," kata Satori. Selain itu, menurutnya, kampung Tanggul Jaya sejauh ini hanya mendapat bantuan untuk anak sekolah sebesar Rp 500.000 yang diberikan 3 bulan sekali. Sementara jumlah tersebut hanya diperuntukan bagi 1 KK saja. "Makanya banyak yang putus sekolah juga, karena jumlah itu saya rasa tidak mencukupi. Rata-rata disini memiliki 5 orang anak. Kebanyakan berhenti di SD dan menjadi nelayan," katanya. Dia berharap, pemerintah dapat terbuka membantu warganya yang tinggal di kawasan kumuh dengan kondisi rumah serta infrastruktur yang rusak. "Kami hanya melihat pemerintah banyak yang korupsi dan ribut saja, kalau seperti itu bagaimana bisa melirik kami disini, apalagi sekarang musim kemarau dan kekurangan air bersih," ucapnya. (Tresna Mulyanawati)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x