RUU Ciptaker Tidak Ancam Keberadaan Pesantren

- 10 September 2020, 18:00 WIB
/

Jadi, soal pidana bagi lembaga pendidikan yang tidak memiliki izin bukan pasal baru dalam RUU Ciptaker.

Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Momentum Reformasi Regulasi

“Pasal itu sudah ada sejak tahun 2003. Sepanjang menjadi praktisi hukum, saya belum pernah dengar ada sekolah (pendiri) yang terkena pidana karena pasal 71 UU Sidiknas ini. Yang kena pidana bisanya yang memalsukan akreditasi, juga pemalsuan ijasah,” ungkap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syraif Hidayatullah Jakarta ini.

Pasal 62 dan 71 UU Sisdiknas yang dimuat dalam RUU Ciptaker inilah yang dalam beberapa minggu terakhir memicu anggapan, bahwa lembaga informal yang dimaksud dalam UU tersebut termasuk lembaga pesantren. Andi meluruskan, lembaga pesantren berbeda dengan lembaga pendidikan formal ataupun informal yang diatur dalam UU Sisdiknas. “Alhamdulillah, dengan adanya UU tentang Pesantren, eksistensi pesantren itu menjadi spesial,” katanya.

Yang dimaksudkan pendidikan informal dalam UU Sisdiknas adalah lembaga-lembaga pendidikan untuk ketrampilan, seperti lembaga-lembaga kursus. Andi juga mempertanyakan pihak-pihak yang mempermasalahkan pasal 71 dalam UU Sisdiknas yang dianggap akan mengancam eksistensi lembaga pendidikan.

Baca Juga: 25 Ribu Tenaga Kerja Dirumahkan, PHK di Banten Tembus 7.500 Orang

“Tidak ada satu pun tokoh agama saat itu yang memprotes tentang keberadaan pasal 71 UU Sisdiknas. Jadi, saya tegaskan pasal ini tidak baru. Jadi kalau mengangkat ini menjadi masalah, itu sudah basi. Itu ada tendensi politik mempermasalahkan itu,” tegas Mustasyar PCNU cabang Australia-Selandia Baru (2007-2009) ini.

Adi menilai, alasan RUU Ciptaker mengatur perizinan lembaga pendidikan karena ingin menyederhanakan segala perizinan menjadi satu pintu, yakni melalui pemerintah pusat. Tidak hanya izin usaha dan investasi, tapi juga pendirian lembaga pendidikan. Karena, hambatan utama usaha dan investasi di Indonesia itu cukup berlika-liku. Selain itu, berlapis-lapisnya perizinan dari tingkat daerah hingga tingkat pusat dari berbagai instansi itu cukup menyulitkan.

Meski bisa memahami motif penyederhanaan perizinan, lulusam magister di Victoria University Melbourne Australia ini mengkritisi upaya pemerintah pusat untuk melakukan sentralisasi perizinan dalam RUU Ciptaker.

Baca Juga: Subsidi Gaji Pekerja di Bawah Rp5 Juta, Disnaker Akan Koordinasi Dengan BPJS Ketenagakerjaan

Halaman:

Editor: Rifki Suharyadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah